Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan keragamannya. Akan tetapi, tidak sedikit sekolah-sekolah negeri yang masih memandang sebelah mata akan heterogenitas atau keberagaman tersebut.
Menanggapi hal tersebut Wakil Kepala Dinas Pendidikan (Wakadisdik) DKI, Istaryatiningtyas mengatakan perilaku diskriminatif dan anti keragaman dalam dunia pendidikan harus dihapus. Sebab hal tersebut tidak sesuai dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
"Sekolah harus menghapus perilaku diskriminatif dan anti-keragaman, terutama di sekolah-sekolah negeri," kata Retno.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya perbedaan itu memiliki makna yang indah. Perbedaan sesuai dengan budaya Indonesia yang beragam, meski beragam tetapi tetap satu tujuan," Kita harus menghargai keragaman itu karena hakekatnya indah," ucap Istary.
Di kesempatan yang sama Ketua Yayasan Cahaya Guru (YCG) Henny Supolo mengungkapkan hasil temuannya terkait keberagaman di sekolah. Dan betapa mengejutkan ternyata di beberapa sekolah masih ada yang tak menerapkan makna dari Bhinneka Tunggal Ika ini.
"Kami menemukan di beberapa sekolah makin sedikit siswa berbeda agama/kepercayaan dan mengutamakan agama mayoritas terlihat dari seragam sekolah, pengisian rutinitas serta simbol-simbol yang digunakan di wilayah sekolah. Mungkin nggak ada anak-anak yang berbeda (kepercayaan dan sebagainya) merasa tersingkirkan?" ucap Henny.
Selain itu, menurut Henny adanya sekolah yang enggan melaksanakan upacara dan menyanyikan lagu kebangsaan, Indonesia Raya. Tentu saja hal ini menjadi keprihatinan sendiri, terlebih lagi sekolah itu letaknya tidak jauh dari kediaman Presiden SBY di Cikeas, Jawa Barat.
"Kami menemukan penolakan upacara dan lagu Indonesia Raya di sekolah hanya 15 menit di sekolah kawasan Cikeas. Buat apa katanya karena hormat itu kepada Tuhan bukan Indonesia Raya. Ini kan memprihatinkan," lanjutnya.
Dia menganggap tindakan sekolah tersebut menjadi salah satu bukti masih adanya pelaku pendidikan tidak mengedepankan keberagaman.
(aws/slm)