Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia Masih Dihantui Program Salah Sasaran

Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia Masih Dihantui Program Salah Sasaran

- detikNews
Kamis, 25 Sep 2014 14:44 WIB
Jakarta - Penanggulangan kemiskinan pada era Kabinet Indonesia Bersatu II diklaim pemerintah terjadi penurunan angka kemiskinan. Namun ternyata banyak program pemerintah terkait penanggulangan kemiskinan yang salah sasaran.

"Program-program kluster I sudah berhasil menjangkau warga miskin di berbagai pelosok tanah air sekalipun masih terjadi salah sasaran di sejumlah tempat," kata Utusan Khusus Presiden RI untuk Penanggulangan Kemiskinan (UKP2K) HS Dillon di kantornya, Jl Juanda, Jakarta Pusat, Kamis (25/9/2014).

Kluster yang dimaksud adalah program penanggulangan kemiskinan pemerintahan SBY. Kluster I meliputi raskin, program keluarga harapan, beasiswa miskin dan jamkesmas. Kluster II yaitu PNPM Mandiri dan kluster III adalah Kredit Usaha Rakyat. Sementara kluster IV berupa transportasi murah, listrik murah dan air murah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Upaya penanggulangan kemiskinan akan memberikan hasil yang optimal hanya apabila didasarkan pada kebutuhan riil warga miskin. Dengan kata lain, setiap kebijakan yang disusun diarahkan oleh kebutuhan dan kemampuan rakyat banyak," ujar Dillon.

"Sehingga urutan pembangunan menjadi asset, voice, access dan income. Hanya kuli kenceng yang menguasai lahan secukupnya sehingga perlu didengar suaranya yang akan berani tampil memperjuangkan akses terhadap sarana produksi dan mempelopori petani, buruh tani berserikat untuk mengimbangi kekuatan tengkulak modern dan mendapatkan pendapatan yang lebih adil," tambahnya.

Dillon menyarankan, program penanggulangan kemiskinan harus disatukan di bawah satu institusi sehingga koordinasi dan sinkronisasi menjadi mudah. Hal ini karena cukup sulit mengkoordinir sekian kementerian dan lembaga yang bekerja dalam penanggulangan kemiskinan.

"Tim koordinasi tingkat pusat tidak dapat mengkoordinasi program-program tersebut secara efektif karena kuatnya ego-sektoral masing-masing kementerian," ujar Dillon.

"Tim koordinasi di daerah tidak dapat berjalan optimal karena pemimpin instansi pelaksana kegiatan di daerah cenderung menganggap wakil gubernur atau wakil bupati dan‎ walikota tidak mempunya kewenangan efektif untuk mengkoordinasi kegiatan," tambahnya.

Permasalahan mendasar, menurut Dillon, berupa penanganan yang tidak bersifat struktural. Akibatnya, hasil-hasil yang dicapai bersifat ad-hoc, dimana warga lapisan bawah cenderung keluar masuk garis kemiskinan, tergantung kondisi perekonomian nasional.

"Program penanggulangan kemiskinan belum berhasil memberikan kemampuan pada warga miskin untuk memupuk modal dengan baik dalam bentuk fisik maupun ketrampilan," ujar Dillon.

Setelah 68 tahun merdeka, bagi Dillon, kemiskinan tercatat hingga Maret 2014 berada di angka 28,28 juta orang atau 11,25 persen dari total penduduk Indonesia. Tingkat kemiskinan ini berdasarkan pengeluaran per kapita per hari sebesar Rp 10.091.

"Akan tetapi, bila menggunakan garis kemiskinan yang digunakan internasional yaitu belanja USD 2 per orang per hari, maka jumlah penduduk Indonesia yang dikategorikan miskin sekitar 47 persen," tutup Dillon.

(vid/ndr)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads