Berbagai tanggapan muncul soal permintaan tak biasa Anas itu. Mulai dari hakim, jaksa, MUI hingga KPK ikut memberikan tanggapan. Berikut tanggapan mereka:
1. Jangan Dituruti
|
Zul menjelaskan tidak ada undang-undang yang mengharuskan hakim untuk memenuhi permintaan terdakwa. "Di undang-undang kita kan tidak boleh atau siapa pun mengintervensi hakim termasuk hakim lain. Jadi oleh karena itu permintaan Anas itu ya tidak ada dasar hukumnya, jadi ya diabaikan saja," jelasnya.
Adapun ia tidak mempermasalahkan Anas untuk melakukan mubahalah. Namun, menurutnya mubahalah dapat dilakukan apabila memang tidak ada bukti ataupun saksi. "Kalau mau melakukan sumpah seperti itu silakan saja tetapi sumpah seperti itu karena tidak ada bukti dan tidak ada saksi yang bisa memutuskan perkara," ucapnya.
"Kalau dalam hal Anas kan sudah ada bukti dan ada saksi, selama ada bukti dan saksi tidak diperlukan sumpah seperti itu. Dalam Islam perlu sumpah kalau tidak ada bukti," terang Zul.
2. Tak Mungkin Diterapkan di Hukum Indonesia
Busyro Muqoddas
|
"Mubahalah tidak masuk dan tidak diatur dalam sistem hukum pembuktian di Indonesiaβ," kata Busyro saat dihubungi, Rabu (24/9/2014).
Permintaan Anas itu menurut Busyro menyalahi hukum acara pidana. Mubahalah tak mungkin bisa dimasukkan dalam sistem hukum di Indonesia.
"Tidak mungkin mubahalah diterapkan," tegas Busyro yang juga doktor ilmu hukum itu.
3. Dicuekin Hakim dan Jaksa
|
"Mohon izin, saya meyakini substansi tentang pembelaan saya sebagai terdakwa, tentu penuntut umum punya keyakinan di dalam menulis dan menyampaikan dakwaan dan tuntutan, majelis sudah mempertimbangkan selengkap mungkin, karena sebagai terdakwa saya yakin, penuntut umum juga yakin, mohon diizinkan majelis persidangan untuk melakukan mubahallah, siapa yang salah itulah yang sanggup melakukan kutukan," kata Anas dalam sidang, Rabu (24/9/2014).
Ketua majelis Haswandi tak memberikan komentar apapun. Dia langsung menutup sidang.
"Dengan demikian, persidangan saya tutup," ujar Haswandi. Sementara para pendukung Anas berteriak dari bangku penonton.
4. Mubahalah untuk Kepentingan Agama Bukan Dunia
|
"Dilakukan untuk kepentingan agama yang fundamental, menyatakan kebenaran, bukan urusan duniawi dan hawa nafsu serta niatnya tulus. Bukan untuk menggapai kemenangan semata," jelas dia.
Dengan adanya keyakinan akan kebenaran, maka muncul komitmen akan kesiapan menerima laknat Allah jika dusta. "Mubahalah itu bertujuan untuk membuktikan kebenaran yang jelas kebenarannya dan mematahkan kebatilan yang jelas batilnya," tutur Ni'am.
Sedang di dalam proses persidangan, adalah tempat yang sah untuk proses pembuktian, untuk menunjukkan bukti-bukti kebenaran dan atau kesalahan bisa disampaikan melalui persidangan.
"Solusi mencari dan menyakinkan akan kebenaran tidak harus lewat mubahalah, apalagi jika terkait urusan duniawi. Hakim mengadili berdasarkan norma hukum positif, dan keyakinan hakim, sedangkan mubahalah dasarnya adalah norma keagamaan," tutup Ni'am.
5. Hakim Tak Mungkin Mubahalah
|
"Namanya juga permintaan, kan tidak ada larangan," ujar anggota majelis hakim, Sutio Jumadi, kepada detikcom, Kamis (25/9/2014).
Meski demikian, Sutio memastikan permintaan Anas tidak akan dikabulkan majelis. Alasannya, itu bukan termasuk dalam acara persidangan. "Yang pasti tidak akan dikabulkan," ucap Sutio.
6. Jangan Sembarang Tantang Orang Mubahalah
|
"Saya selaku ketua MUI mengimbau agar masyarakat tidak mudah menantang mubahalah karena melibatkan langsung Allah SWT. Termasuk yang berkaitan dengan kasus korupsi," ujar Cholil Ridwan kepada detikcom, Kamis (25/9/2014).
Cholil menjelaskan bahwa sumpah mubahalah itu sumpah dengan berjanji kepada Allah SWT. Yang bersumpah siap mendapat siksa jika yang dituduhkan kepadanya benar adanya.
"Misalnya Anas bersalah, dia bersumpah kepada Nazaruddin. Begitu juga Nazar, bersumpah misalnya kalau tuduhannya salah saya siap disiksa oleh Allah SWT secara kontan apakah jadi lumpuh atau bisu. Anas juga sumpah, kalau korupsi saya siap diberikan malapetalaka oleh Allah SWT," tuturnya.
Menurut Cholil, sumpah itu adalah urusan antara pribadi seorang muslim dengan muslim lainnya. Artinya, jika manusia sudah tidak bisa menentukan siapa yang bersalah maka ditempuhlah jalan sumpah tersebut.
"Anas muslim, Nazar muslim, artinya kalau manusia sudah tidak bisa menentukan siapa yang bersalah, memang satu satunya jalan itu," ungkapnya.
Halaman 2 dari 7