"Sekali lagi, usulan moratorium Pilkada langsung itu tidak berarti PPP anti Pilkada langsung," kata Romi usai rapat dengan Suryadharma di Ruang Fraksi PPP, Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (25/9/2014).
Romi menuturkan, PPP bermaksud memoratorium pilkada langsung lantaran melihat ekses-ekses negatif yang ditimbulkan. Ekses buruk itu merentβang mulai soal money politics hingga persoalan hukum yang menjerat Kepala Daerah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Romi menyeru soal sembilan catatan evaluasi terhadap Pilkada langsung ala PPP.β Berikut adalah sembilan catatan tersebut:
β
9 Evaluasi Pilkada langsung ala PPP
Diperlukannya moratorium pilkada langsung disebabkan oleh evaluasi selama pelaksanaan sejak 1 Jan 2005:
1. Tingginya biaya politik, yg memunculkan barrier to entry dr calon berkualitas tp berbiaya cekak.
2. Munculnya politik balas budi dg mengarahkan program bansos hanya kpd kantong2 desa yg memilihnya.
3. Kebutuhan cari uang kembalian menjadikan 60% (292) kepala daerah yg terpilih scr langsung terjerat persoalan hukum
4. Pilkada langsung meningkatkan eskalasi konflik horisontal
5. Pilkada langsung memunculkan sejumlah ketidakpastian krn berlarut-larut dlm sengketa pilkada di MK yg sampai bbrp waktu lalu menimbulkan skandal tersendiri
6. Pilkada langsung memunculkan fenomena 'ketidakpatuhan' koordinasi bupati/walikota kpd gubernur selaku kepanjangan tangan pemerintah pusat
7. Moratorium pilkada langsung akan menghemat anggaran negara sekitar Rp 50T dlm 5 tahun, yg bisa digunakan utk peningkatan kesejahteraan rakyat.
8. Pilkada oleh DPRD adalah pelurusan arah demokrasi kita. Dari demokrasi liberal ke demokrasi Pancasila, sesuai demokrasi perwakilan yg tertulis dlm sila Pancasila sila ke4.
9. Pilkada langsung melestasrikan money politics, menjadikan demokrasi langsung kehilangan esensi
(dnu/trq)