"Saksi Nazaruddin dan terdakwa Anas Urbaningrum berinisiatif untuk mengumpulkan dana-dana dari fee proyek untuk realisasi Anas menjadi Ketua Umum Partai Demokrat. Perusahaan yang pertama kali dipakai adalah PT Anugerah Nusantara milik Nazaruddin," kata hakim Sutio Jumagi membacakan fakta hukum dalam analisa yuridis putusan Anas di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (24/9/2014).
Majelis hakim meyakini, Anas masuk ke perusahaan itu dengan cara membeli saham PT Anugerah Nusantara sebesar 30 persen dengan cara di bawah tangan. "Sehingga akta perusahaan itu tetap atas nama Nazaruddin dan keluarganya. Walau Anas menyangkal hal ini, tapi sudah dilakukan cek melalui laboratorium forensik Inafis Mabes Polri, dan cap jempol dalam akta itu diidentifikasi sebagai cap jempol kiri Anas," papar hakim.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Β
Selain mempergunakan PT Anugrah, Anas dan Nazaruddin membeli dan mendirikan beberapa perusahaan yang disebut untuk memburu proyek-proyek pemerintah yang dibiayai APBN. "Dan selanjutnya meminta fee proyek tersebut, sedangkan proyeknya sendiri diserahkan pengerjaannya kepada subkontraktor lainnya," beber hakim.
"Terdakwa melakukan lobi-lobi proyek pemerintah yang dibiayai APBN adalah untuk kepentingan dirinya mencapai cita-citanya menjadi Ketum Demokrat dan capres. Sedangkan hadiah-hadiah lainnya yang diterima terdakwa berupa sumbangan dari simpatisannya dalam pemenangan terdakwa sebagai ketum Demokrat, diberikan karena kekuasaan/kewenangan terdakwa yang berhubungan dengan jabatannya atau yang menurut pemikiran orang yang memberikan hadiah tersebut ada hubungannya dengan jabatannya selaku anggota DPR," papar hakim anggota Joko Subagyo.
Majelis hakim memutus Anas dengan hukuman 8 tahun denda Rp 300 juta subsidair 3 bulan kurungan. Dia juga wajib membayar uang pengganti kerugian uang negara Rp 57,5 miliar dan US$5,2 juta. Anas terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang
Majelis hakim meyakini Anas ikut mengupayakan pengurusan proyek-proyek pemerintah lainnya dengan pembiayaan APBN yang dikerjakan Permai Group.
Anas menerima sejumlah pemberian yakni duit Rp 2,2 miliar dari Adhi Karya, duit Rp 25,3 miliar dan US$ 36,070 dari Permai Group. Ketiga, penerimaan sebesar Rp 30 miliar dan US$ 5,225 juta yang digunakan untuk pelaksanaan pemilihan Ketum Partai Demokrat.
Selain itu ada pula penerimaan lainnya yakni mobil Toyota Harrier dan fasilitas berupa survei pencalonan dari Lingkaran Survei Indonesia sebesar Rp 478,6 juta pada April-Mei 2010.
Anas terbukti bersalah melanggar Pasal 11 jo Pasal 18 UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20/2001 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
(fdn/mpr)