Hal ini disampaikan Kepala Bidang Kesehatan Haji Indonesia PPIH Fidiansjah, kepada wartawan di Jedeah, Rabu (23/9/2014).
Para dokter yang bakal fokus melayani kesehatan jamaah haji tersebut telah meneken kontrak tidak berhaji. Ini adalah kemajuan, pada tahun lalu hanya empat orang dokter yang tidak berhaji.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para dokter tersebut rela tak berhaji tahun ini karena jumlah jamaah haji tua dan masuk kategori risiko tinggi (risti) semakin bertambah. Jumlah jamaah haji Indonesia tahun ini saja diperkirakan mencapai 50-60 persen dari total 168 ribu jamaah.
"Saat pakai kain ihram, tentu pergerakan merawat jamaah akan terganggu. Maka itu, di saat jumlah jamaah risti semakin bertambah tiap tahun, kita juga harus mempersiapkan diri," kata Fidiansjah.
Berdasarkan penngalaman tahun sebelumnya, BPHI melaporkan jumlah jamaah haji Indonesia yang wafat pascawukuf meningkat drastis, sehari bisa 10-15 orang jamaah. Selain kelelahan karena menjalani proses ibadah dari Wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah dan Mina, jamaah yang sakit atau risti kadang terlambat ditangani saat membutuhkan bantuan.
Dedikasi para dokter untuk fokus melayani kesehatan jamaah haji ini diapresiasi Dirjen Penyelenggara Haji dan Umrah (PHU) Kemenag RI, Abdul Djamil. "Bagus, bagus. Kalau bisa diterapkan oleh petugas di Kemenag, agar mereka juga fokus melayani jamaah haji selama di Armina dan petugas ini sudah berhaji sebelumnya," tutur Abdul Djamil.
Untuk para petugas haji yang juga berhaji tahun ini, Dirjen PHU menyarankan agar petugas ini tidak menutupi atau menghilangkan simbol-simbol atau tanda petugas, misalnya, menyelipkan identitas petugas dibalik baju ihram agar tak membantu jamaah haji yang risti atau butuh pertolongan.
"Usahakan petugas tetap menjalankan tugasnya meski berhaji, jangan berbaur dengan jamaah dan sembunyikan tanda-tanda petugas PPIH," imbaunya.
(van/ndr)