Kepala BKSDA Jawa Tengah, Suharman mengatakan orangutan malang berjenis kelamin betina itu dipelihara oleh warga bernama Eri Santoso di pekarangan belakang rumahnya sejak tahun 2000 atau ketika usianya baru setahun. Tita ditempatkan di kandang sebesar 1,5 m x 1,5 m x 2 m selama 14 tahun.
"ES diberi saat berada di Samarinda dan dibawa pulang. Memang terkadang diajak jalan-jalan, bahkan dekat dengan keluarga ES," kata Suharman di kantor BKSDA Jateng, Jalan Suratmo, Semarang, Selasa (23/9/2014) malam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Makanan pokoknya nasi kecap. Minumannya juga seperti manusia, teh, sirup, dan minuman berasa lainnya. Sekarang ini Tita tidak mau diberi air putih biasa," tandasnya.
Cara memelihara dan kurangnya ruang gerak di dalam kandang tersebut membuat Tita mengalami kegemukan dan tubuhnya tidak proporsional. Berat badannya pun mencapai 100 kg.
"Normal itu sekitar 80 kilogram. Kurang gerak, tidak ada tempat bergelantungan," imbuh Dokter hewan, Ahmad Syaifudin.
Primata dengan nama latin Pongo Pygmaeus itu hampir mirip manusia, oleh karena itu memasuki umur 15 tahun, naluri birahinya untuk kawin makin tinggi sehingga mulai menyusahkan Eri. Karena sudah merasa tidak sanggup merawat, akhirnya Eri melapor ke Lembaga Konservasi (LK) Sidomuncul.
"Kami juga mendapat informasi langsung berangkat. Kami mengerahkan enam anggota untuk melakukan evakuasi," tandas Kepala Konservasi Wilayah 1 BKSDA Jateng, Johan Setiawan.
Siang tadi Tita yang bertubuh besar itu dievakuasi dengan dibius dua kali agar bisa dipindahkan dari kandangnya ke kandang di dalam truk. Tita lalu dibawa ke kantor BKSDA Jawa Tengah di Semarang.
Saat ini Tita sudah dibawa ke LK Sidomuncul dan akan melalui proses karantina dan cek kesehatan apakah dalam kondisi sehat atau mengidap penyakit. Sementara itu Eri akan diberi pembinaan oleh BKSDA.
"Pemiliknya dibina. Tapi dia sudah punya kesadaran tinggi untuk menyerahkan hewan dilindungi itu," ujar Johan.
(alg/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini