Partisipasi Politik Rakyat dan Pilkada Langsung
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Partisipasi Politik Rakyat dan Pilkada Langsung

Selasa, 23 Sep 2014 15:49 WIB
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Jakarta - Demokrasi pasca reformasi telah mengonstruksi sebuah pola partisipasi politik di antara rakyat Indonesia. Rakyat kini terbiasa dengan bentuk-bentuk partisipasi langsung seperti pemilihan umum, hingga bentuk baru partisipasi yaitu dengan pengawalan proses demokratisasi di negeri ini. Situs kawalpemilu yang ramai diperbincangkan saat pilpres kemarin menjadi salah satu bentuk partisipasi terkini di Indonesia.

Dalam banyak diskursus tentang demokrasi, kata partisipasi tidak dapat terpisahkan. Dewasa ini, varian partisipasi pun juga semakin berkembang, dan Indonesia sebagai negara yang baru saja lepas dari fase transisi demokrasi perlu mengapresiasi varian-varian ini.

Sejak digulirkan era otonomi daerah dan desentralisasi pemerintahan dari pusat ke daerah, partisipasi rakyat dalam demokrasi juga ikut berkembang di tingkat daerah. Kini, tata kelola demokrasi juga berkembang di tingkat lokal, ditandai dengan lahirnya organisasi non-pemerintah (NGO) lokal, media lokal, dan juga aktor-aktor lokal lainnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kontes politik di tingkat lokal melahirkan tokoh-tokoh lokal yang paham dan mencintai daerahnya dan kemudian bersedia melayani rakyatnya dengan menjadi Kepala Daerah. Lahirnya tokoh-tokoh ini sulit ditemui dalam era sentralistik, yang bahkan Kepala Daerah pun ‘dipasok dari pusat’.

Wacana RUU Pilkada yang memunculkan opsi pemilihan Kepala Daerah melalui DPRD jelas menimbulkan keresahan di antara rakyat yang sedang euphoria partisipasi politik. Ada kesan upaya pemasungan semangat rakyat untuk berpolitik dan partisipasi dalam demokrasi. Ditambah dengan sentimen negatif yang masih dominan terhadap partai politik dan lembaga legislatif. Inilah yang membuat rakyat cenderung tidak setuju pemilihan Kepala Daerah melalui ‘musyawarah’ DPRD.

Mengutip sila ke-4 Pancasila, ‘Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan’. Penulis memahaminya, bahwa mekanisme musyawarah berbasis wakil bisa dengan baik dilakukan bila para wakilnya memiliki hikmat (teladan/integritas) dan mampu berpikir bijaksana.

Bola partisipasi demokrasi ini bergulir sangat cepat, sistem demokrasi Indonesia perlu mengakomodasi aspirasi rakyat dengan memberikan kesempatan pemilihan langsung di tingkat pusat dan daerah. Kehadiran demokrasi di tingkat lokal telah mendorong kualitas demokrasi negeri ini melangkah maju. RUU Pilkada diharapkan tetap mampu mengakomodasi kepentingan rakyat sebagai pemilik demokrasi Indonesia.

Keterangan Penulis
Penulis adalah peneliti Politik dan Perencanaan Pembangunan di Indonesia Strategic Institute (INSTRAT) berbasis di Bandung

(es/es)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads