Selama ini, warga minoritas muslim Rohingya hidup di bawah kondisi penuh diskriminasi di wilayah Rakhine, Myanmar bagian barat. Mereka membutuhkan izin untuk pindah dari desa mereka atau dari kamp pengungsian yang dihuni sekitar 140 ribu warga muslim Rohingya yang menjadi korban kekerasan sektarian dengan etnis Buddha di Rakhine, tahun 2012 lalu.
Pemerintah Myanmar dan banyak orang menyebut mereka sebagai 'Bengali', istilah yang menyiratkan bahwa mereka adalah imigran ilegal dari Bangladesh, meskipun banyak yang sudah tinggal di Myanmar selama beberapa generasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sekitar 209 orang yang menerima status kewarganegaraan Myanmar merupakan anggota minoritas muslim Kaman, yang diakui oleh pemerintah Myanmar sebagai warga asli Myanmar. Pejabat imigrasi tidak menjelaskan lebih lanjut mengapa kelompok ini juga diberi kewarganegaraan.
Tidak disebutkan juga berapa jumlah warga Rohingya yang ikut dalam program ini.
Secara terpisah, pemimpin komunitas Rohingya di Sittwe, Aung Win, menyebutkan bahwa banyak warga yang menolak ikut dalam proses verifikasi tersebut karena mereka tidak ingin mendaftarkan identitas mereka sebagai Bengali, seperti yang diminta oleh otoritas Myanmar.
Aktivis HAM setempat menyatakan, warga muslim Rohingya seharusnya diberi kebebasan untuk memilih bagaimana mereka menyebut diri mereka sendiri. Namun ada juga yang mengatakan, pentingnya proses verifikasi kewarganegaraan mengalahkan kekhawatiran tersebut, karena lebih penting untuk menyelesaikan isu tanpa kewarganegaraan.
Banyak warga Rohingya yang tidak memiliki kewarganegaraan sama sekali, karena mereka tidak diakui sebagai warga negara oleh Myanmar maupun oleh Bangladesh, asal mereka.
(nvc/mad)