Laporan kepada KY disampaikan oleh Rina, istri dari adik Mulyadi. Perempuan berkerudung itu tiba di di KY, Jl Kramat Raya, Jakarta Pusat, Senin (22/9/2014) sekitar pukul 16.00 WIB. Ia lantas memasukan laporannya yang sudah dibungkus map cokelat itu ke bagian pengaduan.
Map laporan tersebut juga berisi bukti-bukti pelanggaran etik yang dilakukan majelis hakim. Selain melapor ke KY, Mulyadi juga melaporkan jaksa penuntut umum (JPU) kasus itu ke Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) Kejaksaan Agung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mulyadi menganggap majelis hakim mensalahartikan Pasa 21 ayat (4) UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (KUHAP) yang berbunyi 'Penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana'. Majelis hakim dinilai salah saat menerjemahkan kalimat 'dapat ditahan' dengan 'harus ditahan'.
Kasus bermula saat Mulyadi melakukan protes dalam rapat di kantor PDAM Bengkalis 14 Mei 2013 lalu. Lantas terjadi cekcok antara Mulyadi dengan anggota rapat yang lain. Percekcokan itu membuat Mulyadi naik pitam dan akhirnya memutuskan keluar ruangan.
Mulyadi dipolisikan oleh pimpinan PDAM tempat dia bekerja. Namun, selama setahun kasus itu diproses polisi, Mulyadi tidak ditahan. Hingga datang surat pada 14 Juli 2014 dari penyidik yang memintanya menghadap ke penyidik. Tapi bak disambar geledek, warga Jalan Pramuka Rt 2/5, Desa Singgoro, Bengkalis, itu ditahan siang harinya oleh jaksa. Baru tujuh hari, jaksa langsung melimpahkan berkas tersebut ke pengadilan. Lantas Ketua PN Bengkalis mengeluarkan surat penetapan untuk melanjutkan penahanan tersebut hingga 19 Oktober 2014 nanti.
(rna/asp)