"Berbicara menganai rules of law, hukum di Indonesia disebut-sebut masih setengah jalan," dalam diskusi di Hotel Manhattan, Jl Prof Dr Satrio, Jakarta, Jumat (19/9/2014).
Menurut Bavitri yang mengenakan pakaian serba merah, Indonesia harus memilih apakah akan menerapkan hukum dalam konteks hukum biasa atau yang lebih komplek.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bavitri menjelaskan, masalah penegakkan hukum di Indonesia selama ini terutama bukan karena instrumen penegak hukum yang kurang lengkap. Namun entah kenapa masih banyak kasus korupsi kelas kakap yang tak kunjung selesai.
"Kita punya MK, KPK, KY, Komjak, Kompolnas, dan MA, luar biasa lengkapnya. Ketika disandingkan dengan negara-negara di ASEAN, Indonesia salah satu yang paling bagus," tutur Bavitri.
Bavitri mengimbau agar penegak hukum tak terjebak dalam check list. Misalnya terkait pengawasan pengadilan, maka hanya di check apakah ada pengawasnya, tanpa peduli pengawas tersebut sudah bekerja dengan baik atau belum.
"Tapi harus ada reality check. Apakah masyarakat merasa puas dengan layanan peradilan yang ada. Cegah diri kita agak tak terjebak dalam angka," tambahnya.
Pembicara lainnya dalam diskusi kali ini yaitu Direktur Eksekutif ILR Todung Mulya Lubis, Komisioner Ombudsman Budi Santoso dan mantan hakim konstitusi Maruarar Siahaan. Selain diskusi, sore ini juga dilakukan peluncuran buku dengan judul yang sama. Hingga kini diskusi masih berlangsung.
(rna/asp)