Todung meluncurkan bukunya di Grand Capitol Ballroom Hotel Manhattan, Casablanca, Jakarta Selatan, Jumat (19/9/2014). Di halaman 62 bukunya itu, ia membahas mengenai penegakan hukum terhadap pelanggaran hak atas hidup.
Di bukunya, Todung menyoroti potret penyalahgunaan wewenang yang dilakukan aparat negara (Polisi, Jaksa, TNI, petugas lapas/rutan, Satpol PP, dan petugas Rumah Detensi Imigrasi). Berdasarkan laporan ELSAM, sepanjang 2013 setidaknya terdapat 7 orang yang meninggal dunia akibat tindakan penyalahgunaan wewenang oleh aparat negara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hasil survei yang dilakukan Todung dalam bukunya menyebutkan beberapa fakta. Dari penyalahgunaan wewenang aparat negara yang menyebabkan matinya warga negara, menurut ahli, tidak ada (31,25 persen) atau hanya sebagian kecil (46,88 persen) kasus kekerasan yang diproses secara hukum.
"Berdasarkan survei ahli yang dilakukan, untuk kasus penyalahgunaan wewenang aparat negara yang menyebabkan matinya seseorang yang diajukan ke pengadilan, sebagian responden (50 persen) menilai putusan pengadilan tidak memadai untuk seluruh kasus; sedangkan 41,67 persen responden menilai sebagian kecil putusan memberikan keadilan," tulis Todung.
Laporan situasi HAM di Indonesia pada 2013 yang dilansir ELSAM menyebut, mayoritas pelanggar hak atas hidup dilakukan oleh aparat kepolisian (89 persen) dan petugas lapas/rutan (8 persen). Sedangkan KontraS menyebut bahwa korban tewas akibat penyalahgunaan wewenang aparat kepolisian sebanyak 5 orang, aparat TNI 2 orang, dan petugas lapas/rutan 8 orang.
Dalam bukunya, Todung juga membuat diagram skor kinerja aparat negara dalam melindungi hak atas hidup bagi warga negara. Kepolisian (4,25), TNI (5), pengadilan (4,88), kejaksaan (4,83), lapas/rutan (4,33), Satpol PP (4,88), dan Detensi Rumah Imigrasi (4,88).
Di halaman 68 bukunya, Todung juga menulis soal penegakan hukum terhadap pelanggaran hak untuk bebas dari penyiksaan. Ia mengutip Catatan Akhir Tahun KontraS 2013.
Menurut cacatan KontraS di 2013 itu, telah terjadi 709 kekerasan dengan korban 4.569 warga sipil yang dilakukan oleh aparat kepolisian. Dalam konteks penyalahgunaan senjata api, terdapat 147 kasus yang dilakukan polisi dan 5 kasus oleh TNI.
Masih menurut KontraS, di 2013 juga telah terjadi 100 kasus penyiksaan dan perbuatan tidak manusiawi. Rinciannya; 55 kasus dilakukan aparat kepolisian, 10 kasus oleh TNI, dan 35 kasus melibatkan petugas lembaga pemasyarakatan.
Todung pun telah membuat survei terkait putusan pengadilan terhadap pelaku penyiksaan dan tindakan diskriminatif yang dilakukan aparat. Menurutnya, sebagian besar responden melihat hanya sebagian kecil kasus yang putusannya memenuhi rasa keadilan masyarakat.
Todung juga membuat diagram skor kinerja institusi negara dalam melindungi hak warga negara untuk bebas dari penyiksaan, perlakuan kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia. Kepolisian (4,14), TNI (4,67), pengadilan (5,17), kejaksaan (5,04), lapas/rutan (4,67), Satpol PP (4,87), dan Detensi Rumah Imigrasi (4,87).
Secara keseluruhan di 2013, polisi menempati skor atau posisi terendah dalam memberi perlindungan terhadap warga negara. Hal ini sangat ironis melihat polisi yang punya tugas pokok untuk melindungi dan melayani masyarakat.
(bar/fjp)