Unjuk rasa dilakukan dengan aksi teaterikal hilangnya populasi monyet hidung panjang atau yang biasa dikenal bekantan. Sebagai paru-paru dunia hutan tropis tersebut ditebang untuk kepentingan proyek kanal penampungan dan jalur lalu lintas batu bara seluas 6 Ha. Keberadaan kanal tersebut membuat kerusakan lingkungan sistem perairan, kesehatan masyarakat, dan hancurnya ekosistem bekantan.
"Dari segi kebijakan Pemerintah Kabupaten Tapin Selatan terkesan menutup mata atas persoalan dengan mengeluarkan izin pengelolaan dan pemanfaatan Sungai Putting dan Sungai Muning untuk transpotasi batu bara," ujar Kordinator Lapangan Aliansi Garda Nusantara, Arie Tarigan dalam aksi demo di depan Kementerian Lingkungan Hidup, Kamis (18/9/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Moratorium pertambangan khusus perusahaan yang dikuasai asing. Tangkap Bupati Tapin Selatan karena terbukti melanggar UU No 23 tahun 1997 tentang lingkungan hidup," imbuhnya.
Aksi demo berakhir usai Ketua Garda Nasional Syarih Ramdani selesai melakukan pertemuan dengan Asisten Deputi Bidang Pengaduan dan Sanksi Administrasi. Hasil pertemuan pihak KLH akan menjawab paling lama 21 hari.
"Kalau tidak ada respon positif kami tidak segan-segan lakukan perlawanan dengan jumlah massa lebih besar," ujar Syarih
Ia menduga rusaknya ekosistem hutan di Kalimantan akibat pejabat daerah setempat yang mengeluarkan izin seenaknya.
"Lantaran bupati, walikota sembarangan mengeluarkan kebijakan tanpa melihat pertimbangan amdal lingkungan. Setidaknya ini menjadi catatan presiden untuk mengambil tindakan tegas," ungkapnya.
(edo/jor)