"Sementara ini yang terdeteksi adalah Jabar, Jateng, Bali, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Utara," kata Wakil Kepala PPATK Agus Santoso, Kamis (18/9/2014).
Transfer uang hingga puluhan juta sekali transfer itu dilakukan sudah sejak beberapa tahun. Penghubung para pelaku paedofil ini antara lain ada yang berprofesi guru les bahasa asing, guru les renang, dan pengusaha. PPATK mendapat data dari otoritas hukum negara lain setelah dilacak aliran dana para pelaku paedofil itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Agus mengaku transaksi mereka juga sudah terlacak dan terdapat transaksi sejak beberapa tahun lalu.
"Ini fenomena gunung es, harus ada upaya dari berbagai otoritas mengupayakan perlindungan bagi anak-anak kita. Tidak cukup dengan penegakkan hukum saja, tapi harus ada upaya menyadarkan para orangtua dan edukasi kepada anak-anak untuk mampu melindungi dirinya secara sederhana," ungkapnya.
Agus menjelaskan, salah satu penyebab mengapa para paedofil ini leluasa melakukan kejahatannya di Indonesia antara lain adalah perbedaan budaya pada masyarakat. Masyarakat Indonesia amat mudah berinteraksi dengan orang yang tak dikenal dan relatif sangat cair, hampir-hampir tak ada budaya melarang anak-anak untuk tidak berkomunikasi dengan orang-orang yang tidak dikenalnya.
"Ini sangat berbeda dengan budaya di Barat, di mana anak-anak secara tegas diajarkan untuk tidak mendekat pada orang yang tidak dikenalnya. Selain itu, alam tropis kita juga menjadikan masyarakat kita sangat toleran pada anak-anak yang minim menggunakan pakaian atau bahkan tidak berpakaian, misalnya ketika panas terik, main hujan, mandi di sungai, dan sebagainya. Kegiatan anak-anak yang seperti ini sudah mencukupi bagi kaum peadofilia," jelas dia.
"Bagi kaum peadofilia, mereka membayar untuk kepuasannya bukan hanya dengan sentuhan atau hubungan seksual, tetapi juga dengan mengkoleksi foto atau film tentang kegiatan anak-anak itu," tutupnya.
(ndr/mad)