Dalam sidang yang digelar siang ini, Damian Agata Yuvens menjadi satu-satunya pemohon prinsipal yang hadir. Berbeda dengan sidang pertama 4 September 2014 lalu, kali ini ia memilih irit bicara. Bahkan bisa dibilang ia tak ingin berkomentar sedikit pun terkait lanjutan sidangnya hari ini.
"Nanti saja ya, kita akan adakan temu media. Mungkin akhir pekan ini. Saya minta kontak teman-teman (wartawan) saja," kata Damian, usai persidangan di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (17/9/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam perbaikan permohonannya kali ini, pemohon mengubah petitum awal dari meminta penghapusan pasal 2 ayat 1 UU No 1 Tahun 1974 menjadi adanya pemaknaan baru.
"Kami menginginkan adalah perkawinan adalah sah apabila menurut hukum masing-masing agama rukun. Sepanjang hukum agamanya diserahkan kepada para masing-masing calon mempelai. Kami sudah memberikan dampak ketika frase ini dimaknai ulang," jelas Damian.
"Dan kami memberikan elaborasi lebih lanjut mengenai potensi kerugian konstitusional khusunya pada bagian keberagamaan di Indonesia dan tingkat mobilitas penduduk di Indonesia," lanjutnya.
Awalnya pemohon menyampaikan akan melakukan uji formil juga terhadap undang-undang tersebut. Namun majelis hakim menyanggah bahwa uji formil sudah tak bisa dilakukan lagi saat ini.
"UU No 1 tahun 1974 ini sudah lewat waktunya untuk diuji formil karena diputusan MK tingkat waktunya 45 hari," tutur ketua majelis konstitusi Wahidudin.
Pasal yang diujimaterikan berbunyi:
'Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu'.
Menurut pemohon, pasal tersebut bisa dimaknai negara 'memaksa' agar setiap warga negara mematuhi hukum agama dan kepercayaan masing-masing dalam bidang perkawinan.
(rna/asp)