'Secara prinsip memang iya saya setuju. Tapi itu tidak mudah. Karena profesional dari partai akan terikat dengan partai politik. Orang parpol tidak akan bisa lepas dari kepentingan partai. Sementara profesional murni lebih otonom daripada orang partai," ujar peneliti politik Center for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes saat berbincang, Rabu (17/9/2014).
Menurut Arya, membuat kontrak lepas jabatan di partai politik menjadi salah satu upaya yang bisa ditempuh di kabinet Jokowi-JK. Namun sayanga penolakan itu sudah muncul sebelum wacana tersebut disebutkan Andi Widjajanto. Dia mencontohkan PKB yang lebih dulu menolak klausul tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di parlemen, kalau tidak bisa dikendalikan partai, susah untuk komunikasikan kebijakan pemerintah. Bisa saja DPP-nya nanti beda pandangan dengan pemerintah, partai koalisi beda pandangan dengan pemerintah karena menterinya tidak punya ikatan dengan partai," pungkas Arya.
Sebelumnya Andi Widjajanto mengatakan alasan Jokowi-JK memberi porsi 16 kementerian untuk kalangan partai politik karena realitas politik Indonesia saat ini yang tidak bisa dihindari.
"Tetap kader. Pak Jokowi tidak inginkan lepas dari parpol itu realitas politik di Indonesia. Dan yang dihindari ialah pernyataan bahwa orang-orang parpol seolah-olah tidak layak jadi menteri," jelas Andi.
Andi menambahkan, jika nantinya para profesional partai masuk dalam kabinet, mereka harus meninggalkan jabatan partainya.
"Kalau masuk di menteri jabatan harus lepas," tutup Andi.
(rmd/trq)