Jokowi mengatakan terjadi perdebatan di internal timnya soal jumlah kementerian. Ada yang ingin kementerian dipangkas jadi hanya tinggal 27.
"Ya memang itu dengan kemarin dengan debatnya 27 (kementerian), saya sampaikan nanti hari kedua kita nggak kerja karena ngurusi orang pindah, ngurusin demo karena hilang. Itu sudah pernah terjadi saat pemerintahan Gus Dur. Karena ada dua kementerian yang hilang. Itu perlu dua tahun. Seperti itu saya pelajari. Dan itu bukan urusan yang mudah," kata Jokowi di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakpus, Selasa (16/9/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia berkaca pada pemerintahan Gus Dur yang menghilangkan Departemen Penerangan dan menggantinya dengan Lembaga Informasi Nasional (LIN). Menurutnya, jika tak dikelola dengan baik, maka penghapusan itu tak berefek pada efisiensi.
"Kalau mau diefisiensi itu (penghapusan kementerian zaman Gus Dur) juga tidak berhasil. Karena stafnya tetap. Menterinya cuma hilang 2. Stafnya ditarik juga ke kementerian yang lain. Apa efisiensinya? Hanya nggak ada menterinya. Yang namanya efisiensi dari atas ke bawah sehingga terjadi pengurangan biaya aparatur. Itu efisiensi. Kalau saya, lebih baik kuat tapi semuanya kerja," kata Jokowi.
Jokowi menegaskan jumlah kabinetnya saat ini tidak bersifat permanen. Tak menutup kemungkinan akan berkurang jika di waktu berjalan dinilai bekerja tak efektif.
"34 Itu bukan angka mati. Dalam proses berjalan nanti kalau ada kementerian yang memang tidak mendukung efisiensi, bisa saja ditiadakan. Karena kalau sekarang, malah tidak kerja. Urusannya hanya ribut-ribut saja," pungkasnya.
Sebelum mengumumkan struktur kabinetnya, Jokowi memang sempat menyatakan akan membuat kabinetnya menjadi ramping. Tim Transisi yang bertugas menggodok struktur kabinetnya menyodorkan 4 opsi struktur kabinet. Jokowi-JK memilih tetap mempertahankan jumlah kementerian seperti saat ini namun melakukan beberapa perombakan dengan menggabungkan beberapa kementerian.
(bil/trq)