"Sekarang ini kan semua argumen telah diungkapkan, yang pada intinya langsung atau melalui DPRD. Semua bermasalah tapi yang terpokok itu bagaimana mengantisipasi masalah itu," ujar Mahfud.
Mahfud menyampaikan hal ini dalam acara seminar bertajuk 'Cetak Biru Indonesia Masa Depan Dari KAHMI Untuk Bangsa' di gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (16/9/2014). Turut hadir dalam acara ini Wakil Ketua Fraksi PAN Viva Yoga Mauladi dan Ketua MK Hamdan Zoelva.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian Mahfud menilai pilkada langsung memiliki masalah yang berdampak pada tataran birokrasi daerah. Saat ia menjabat sebagai hakim konstitusi, Mahfud banyak mendengar dan menyaksikan seorang PNS Pemda dipecat hanya karena tak mau memilih calon kepala daerah pilihan atasannya.
"Kalau langsung itu harus ada pengawasan dari atasannya, pembatasan dana kampanye, membuat ketentuan tentang diskualifikasi, tidak boleh menggunakan birokrasi," ujar Mahfud.
"Semua ada penyalahgunaan birokrasi, ada yang dipecat, jabatan strukturalnya dicabut, itu kan birokrasi rusak. Itu harus diantisipasi," tambahnya.
Lalu yang mana yang didukung oleh seorang Mahfud? "Soal langsung atau tidak, semua argumen sudah dikemukakan, tinggal interaksi pemerintah dan DPR serta civil society, termasuk pers. Apa yang harus diputuskan dalam waktu sebentar ini?" jawab pria asal Madura itu.
Mahfud kemudian melihat kemungkinan pemilihan kepala daerah melalui DPRD bisa saja dibatasi hanya untuk bupati/walikota atau khusus gubernur saja. Namun semuanya itu ia kembalikan kepada para wakil rakyat di Senayan.
"Kalau ditunda, DPR berikutnya tidak boleh membahas itu lagi, kecuali mulai dari nol. Mulai dari pembahasan urgensi permasalahan," tutup Mahfud.
(vid/rmd)