"Betapa realitas politik yang hari ini dipenuhi agenda-agenda kompetisi dan kontestasi yang keras dengan mengunggulkan prinsip menang-kalah, mayoritas-minoritas dan kompromi-transaksional, jelas sangat jauh dari idealitas dan kehendak para pendiri negeri ini," ujar Hamdan.
Hamdan menyampaikan hal ini dalam acara 'Cetak Biru Indonesia Masa Depan Dari KAHMI Untuk Bangsa' yang digelar di auditorium gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (16/9/2014). Turut hadir mantan ketua MK sekaligus bekas juru kampanye Prabowo-Hattaβ, Mahfud MD.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut mantan politisi PBB ini, demokrasi melalui voting telah menginternalkan semangat kekeluargaan dan gotong royong. Ia pun menyinggung semangat pendiri negara ini membentuk demokrasi yang lebih Indonesia.
"Bung Hatta menyarankan Indonesia jangan menjiplak mentah konsep demokrasi Barat. Demokrasi Indonesia harus yang sesuai karakter ke-Indonesia-an sendiri, yaitu kekeluargaan berlandaskan permusyawaratan," ujar Hamdan.
"Demokrasi deliberatif pada dasarnya merupakan varian demokrasi yang meninggikan hikmah kebijaksanaan daripada voting," tambahnya.
Hamdan juga menyinggung soal lembaga negara yang harus diperhatikan pemantapan suprastruktur politiknya. Terutama yang mencerminkan bentuk relasi harmoni antara berbagai kelembagaan negara.
"Prinsip check and balance penting menjadi perhatian. Jangan sampai kita menciptakan banyak lembaga baru tapi justru menimbulkan problem baru," ujar Hamdan.
Kemudian Hamdan menyatakan sistem politik ketatanegaraan, reformasi birokrasi, otonomi daerah dan hubungan negara dengan agama harus dilandaskan demokrasi pemusyawaratan. Seperti keadilan sosial dalam berbagai sektor pembangunan.
"Pembangunan haruslah dalam kerangka mengaplikasikan makna sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dan sistem hukum Pancasila," tutup Hamdan.
(vid/rmd)