Tim Nasional peneliti situs Gunung Padang menjelaskan mengenai penggunaan cangkul oleh anggota TNI saat membantu proses ekskavasi yang dipersoalkan. Tim peneliti yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu memastikan tak ada yang serampangan dalam melakukan ekskavasi situs bersejarah itu.
Wakil Ketua Tim Peneliti bidang Geologi, Danny Hilman mengatakan bahwa sebelum dilakukan penggalian menggunakan cangkul, tim telah memetakan area yang akan diteliti. Selain itu, tim juga mencatat serta mendokumentasikan setiap kegiatan ekskavasi yang dilakukan di situs tersebut.
"Semua dilakukan dengan SOP (Standar Operasional Prosedur). Meskipun ada perbedaan pandangan antara metoda Arkeolog dengan Geolog. Kalau menurut saya sih tidak perlu dibeda-bedakan. Justru kami di sini saling mendukung," kata Danny saat berbincang di lokasi penggalian, Selasa (16/9/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"TNI sudah turun dan mereka harus bekerja, di sinilah fungsi peneliti untuk menyertai. Kalau tidak ada peneliti mau ngapain TNI di sini, bisa kacau nantinya karena tidak ada yang bisa mendampingi," jelasnya.
Sebelumnya beredar foto yang menunjukkan aktivitas anggota TNI yang membantu melakukan ekskavasi dengan menggunakan cangkul. Kegiatan penggalian dengan menggunakan cangkul itu dianggap bisa merusak situs Gunung Padang.
Namun Danny memastikan bahwa bagian yang dicangkul adalah bongkahan dan tanah yang memang menutupi objek penelitian yang berada di kedalaman sekitar 2 meter. Penggalian itu pun juga tidak sembarangan sebab dilakukan dengan hati-hati dan juga bersama dengan pengawasan dari tim peneliti.
"Yang saya terangkan di sini, saya bekerja karena adanya dugaan bangunan tertimbun dari geodesi dan georadar. Dan kita juga sudah memiliki perkiraan dari kotak charlie yang digali itu bahwa target kami ada di sekitar kedalaman 1,5 sampai 2 meter. Jadi kita tahu ada target di kedalaman segitu. Lalu kemudian kita menemukan bongkah-bongkah, kita gali pertema terus ketemu bongkah-bongkah kita foto, kemudian kita kupas sedikit kita lihat batunya masih tidak beraturan. Kemudian kita gali lagi lebih dalam, lalu batunya masih tidak beraturan, kita gali lagi sampai akhirnya kita menemukan lapisan batuan yang beraturan," terangnya.
"Dari situ kami mulai menggali lebih hati-hati kalau yang di sebelahnya, kita menemukan batuan yang ada semennya, di sana kita sangat hati-hati, setiap lapisan kita dokumentasikan. Intinya hal pertama yang dilakukan adalah mencari tahu dugaan adanya lapisan budaya, nah setelah ketemu baru kemudian dianalisa itu lapisan budaya atau lapisan geologi, itu aja sebenarnya tujuannya, dan ternyata setelah digali segitu benar," sambungnya.
(dha/ndr)