ICW: 48 Anggota DPRD Terpilih Berstatus Sebagai Tersangka Korupsi

ICW: 48 Anggota DPRD Terpilih Berstatus Sebagai Tersangka Korupsi

- detikNews
Senin, 15 Sep 2014 20:01 WIB
Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan 48 anggota DPRD periode 2014-2019 terpilih berstatus sebagai tersangka korupsi. Hal ini patut disayangkan lantaran para tersangka ini nantinya akan mengawal kebijakan publik di daerah.

Dari 48 orang tersebut, sebanyak 26 orang akan duduk di kursi anggota DPRD Kabupaten/Kotamadya dan terdapat 17 orang menjadi anggota DPRD Provinsi. Dari sudut pandang proses hukum, 32 orang di antaranya berstatus sebagai tersangka korupsi, 15 orang terdakwa dan satu orang merupakan terpidana.

"Mereka ini bukan hanya wakil rakyat tapi juga penentu proses kebijakan-kebijakan publik. Kalau masih dipaksakan dilantik, ini akan bahaya bagi masyarakat," kata Koordinator ICW Ade Irawan, dalam jumpa pers, Senin (15/9/2014).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ade mengatakan, jumlah caleg tersangkut korupsi yang terpilih di tahun 2014 lebih banyak dibandingkan dengan caleg yang tersangkut korupsi dan terpilih lagi pada tahun 2009. Dalam catatan ICW hanya ada enam orang caleg yang tersangkut korupsi kemudian terpilih lagi dan dilantik pada tahun 2009.

Dari asal partai, Demokrat merupakan partai politik yang kadernya paling banyak terjerat korupsi namun terpilih lagi menjadi anggota dewan periode 2014-2019, yaitu 13 orang. Diikuti PDIP sebanyak 10 orang dan Golkar sebanyak 10 orang yang terjerat korupsi.

Sementara dari PKB terdapat lima orang kader sedangkan Gerindra dan Hanura masing-masing sebanyak tiga orang kader. Selanjutnya PPP sebanyak dua orang, Nasdem dan PAN ada satu orang.

"Sistem rekrutmen partai sudah lemah, tidak punya elektabilitas dan integritas. Partai memilih orang-orang yang punya uang. Partai sudah memulai politik uang dari internal mereka," ujar Ade.

Ade mengkritisi terbatasnya informasi mengenai caleg bermasalah atau pejabat korup, utamanya di daerah-daerah. Hal ini bisa disebabkan banyak hal, seperti tertutupnya penanganan kasus, berlarut-larutnya penanganan kasus, dan sedikitnya media atau pihak lain yang memberitakan.

"Akibatnya, rakyat tidak mendapatkan informasi yang memadai terkait calon-calon yang layak pilih serta yang tidak," ujar Ade.

(fjp/fjp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads