Ketika detikcom mengunjungi situs itu, Senin (15/9/2014), menggunakan mobil dari Jakarta, hamparan perkebunan teh dan pepohonan menyambut di sepanjang jalan. Hanya saja beberapa titik akses jalan menuju ke lokasi memang sedikit rusak dan berbatu.
Berangkat dari Jakarta sekitar pukul 12.30 WIB, detikcom membutuhkan waktu sekitar 5 jam hingga mencapai lokasi situs. Ketika mencapai kaki bukit, jalan yang ditempuh berupa ratusan anak tangga yang cukup curam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketika berada di kaki bukit, sebuah sumber mata air yang disebut 'Sumber Mata Air Kehidupan'. Air yang mengalir berada dibalik batu-batuan yang tersusun apik.
Kemudian detikcom bersama dengan pemandu mendaki hingga menuju ke puncak. Meski sedikit tersengal-sengal karena ketinggian tangga yang terbentuk dari bebatuan itu, pemandangan batu-batu yang berserakan langsung menyambut.
Kontur situs yang berundak-undak terbagi menjadi 5 teras. Masing-masing teras memiliki ciri khas sendiri-sendiri. Menurut Hadma, teras pertama terdapat sebuah aula yang digunakan sebagai tempat pemujaan.
"Teras kedua ada batu kursi sama tempat musyawarah. Teras ketiga ada batu kujang dan tapak maung," kata Hadma dengan logat Sunda yang kental.
Kemudian, di teras keempat terdapat batu yang disebutnya Batu Kanuragaan dan kemudian di puncak situs terdapat Singgasana Raja.
Pemandangan di situs ini sangatlah memukau. Tumpukan batuan yang tampak disusun itu seolah ingin menceritakan sesuatu yang belum terungkap. Namun yang terpenting, penelitian di situs tersebut haruslah digarap dengan seksama dan juga hati-hati.
Sebab sangat memungkinkan bahwa situs Gunung Padang ini menjadi pembuktian bahwa Indonesia mempunyai peradaban yang belum terungkap. Kita tunggu saja hasil ekskavasi para arkeolog.
(dha/ndr)