2 Kerugian Pemilihan Kepala Daerah lewat DPRD yang Perlu Dicermati

2 Kerugian Pemilihan Kepala Daerah lewat DPRD yang Perlu Dicermati

- detikNews
Senin, 15 Sep 2014 16:41 WIB
Jakarta - RUU Pilkada masih di DPR. Namun polemiknya semakin ramai. Protes mengalir ke DPR dan pemerintah terkait proses pemilihan kepala daerah. Sebaiknya, harus dicermati kerugian yang mungkin terjadi karena pemilihan kepala daerah lewat DPRD.

"Potensi kerugian terbesar Pilkada lewat DPRD itu paling tidak ada dua, 1. Terjadinya instabilitas demokrasi karena DPRD bisa bikin interpelasi dan menurunkan kepala daerah setiap saat. Jika ini terjadi, DPRD bisa menyandera kepala daerah dengan kepentingan-kepentingannya," kata Pengamat politik FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ahmad Fuad Fanani, Senin (15/9/2014).

"2. Hilangnya mekanisme punishment pd kepala daerah yang tidak bekerja serius. Jika melalui pilkada langsung, rakyat bisa mengukumnya dengan tidak memilih lagi incumbent yang tidak serius bekerja. Tapi kalau Pilkada lewat DPRD, kalaupun kepala daerahnya tidak serius bekerja tapi ia bisa 'menguasai' DPRD, ia bisa melenggang ke kekuasaaan lagi," tambah pengamat yang juga Direktur Riset MAARIF Institute serta Alumnus Flinders University-Australia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Fuad juga menepis anggapan kalau Pilkada langsung diubah menjadi dipilih DPRD, yang dirugikan lembaga survei. "Itu terlalu menyederhakan masalah dan anggap sebagai guyonan saja," tambahnya.

Pilkada langsung, lanjut Fuad, adalah bagian dari deliberative democracy yang memberikan hak politik pada rakyat untuk berpartisipasi langsung pada proses-proses pemilu.

"Jadi tidak semua proses diwakilkan ke elite politik saja. Di amerika sebetulnya pemilu langsung juga, cuma dibedakan ada popular vote dan electoral vote," terangnya.

Diakui Fuad, Pilkada langsung memang ada masalah, tapi cara menyelesaikannya tidak harus kembali ke belakang. Pihak-pihak yang tidak puas dengan Pilkada langsung dan ingin kembali ke belakang, seperti orang yang berenang di lautan dan sudah sampai di tengah, tiba-tiba dia ragu.

"Mereka ragu jangan-jangan di depan ada ikan hiu yang memakannya, akhirnya mereka balik ke tepian lagi. Padahal, bisa jadi pas balik itu mereka bertemu ikan paus yang mengancam dan siap memakannya juga," urainya.

Jadi, sebetulnya ada yang prinsipil dalam soal Pilkada langsung atau lewat DPRD selain soal dana atau uang. "Itu soal sekunder dan tertier saja. Prinsip itu adalah tentang pentingnya bangunan sistem kenegaraan kita. Kita memakai sistem presidensial, makanya presisen dipilih langsung oleh rakyat agar mendapat legitimasi kuat. Dulu sistem parlementer ditolak karena eksekutif lemah dan gampang diintervensi dan bahkan diturunkan oleh legislatif. Akibatnya, program-progra, pembangunan dan pemberdayaan rakyat jadi tidak tuntas. Karena kita memilih sistem presidensial, maka turunan ke bawahnya mestinya harus sama," tutupnya.

(ndr/mad)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads