Angka kemiskinan di negara dunia ketiga semakin parah ketika era globalisasi mulai dibuka setelah perang dingin berakhir di era '80-an. Kondisi ini kemudian menggugah seorang pria asal Bangladesh yang bernama Muhammad Yunus untuk mendirikan bank 'wong cilik'. Inisiatifnya ini mendatangkan kebahagiaan dengan membuat orang lain bahagia.
Pada tahun 1983 dia mendirikan Grameen Bank yang memberikan pinjaman untuk rakyat miskin. Menurut dia, ada yang salah dengan sistem perbankan yang ada.
"Apa pun yang dilakukan bank konvensional, maka kami melakukan hal yang sebaliknya," ujar Yunus saat memberi kuliah umum di Universitas Paramadina, Jl Gatot Soebroto, Jakarta Selatan, Senin (15/9/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami percaya bahwa manusia itu bukan robot. Mereka pasti akan melakukan cara untuk mencari uang. Jadi dia miskin atau kaya pasti melakukan itu," kata pria 70 tahun itu.
Jadi dia memberikan bantuan kredit mikro kepada para kaum miskin. Sedikit demi sedikit hasil berbagi keuntungan pun membesarkan Grameen Bank.
Bank konvensional memberi pinjaman kepada orang kaya karena ingin cari keuntungan dari bunga piutang. Padahal kaum 'wong cilik' pun juga memiliki insting untuk mencari keuntungan.
Hingga kini telah ada ratusan cabang Grameen Bank di seluruh dunia. Dia pun berharap seluruh negara melakukan hal serupa.
"Kalian adalah pemuda yang lahir pada era teknologi. Kalau boleh bilang, saya iri dengan kalian yang serba mudah. Oleh karena itu kalian harus bisa mengubah dunia dengan memanfaatkan teknologi. Kalian bisa kalau kalian mau," tutur Yunus.
Atas kegigihannya memberantas kemiskinan dengan pemberian kredit mikro, pada tahun 2006 dia menerima penghargaan Nobel. Dia pun menjadi salah satu pimpinan di United Nations Foundation
"Jadi pemuda, ingat bahwa making money is happiness. But make people happy is super happiness," pungkas Yunus.
(bpn/nwk)