Β
"Ini fatal sekali. MA yang harusnya judex juris malah salah. Patut dipertanyakan apakah para hakim ini mengikuti putusan MK atau tidak," ujar ahli pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Dr Mudzakir saat dikonfirmasi detikcom, Senin (15/8/2014).
Mudzakir bahkan meminta dijatuhkan sanksi kepada para hakim dengan adanya putusan ngawur ini. Apalagi, kata Mudzakir, ketua majelis kasus ini juga pernah salah dalam memutus perkara dokter Ayu yang kini sudah dibebaskan.
"Kalau perlu semua yang pernah diadili majelisnya ajukan PK saja lagi. Biar nanti dievaluasi majelis lain supaya ketahuan mana putusannya yang benar mana yang salah," ucapnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Harus segera direvisi dengan ajukan PK," ucapnya.
Kasus bermula saat dr Bambang menangani pasien Johanes Tri Handoko dan melakukan bedah untuk mengangkat tumor di ususnya pada Oktober 2007. Tidak berapa lama, Johanes dirujuk ke Surabaya. Sepulangnya dari Surabaya, Johanes mempolisikan dr Bambang pada Februari 2008 terkait izin praktiknya. Pada 20 Juli 2008, Johanes meninggal dunia.
Setelah perkara diperiksa PN Madiun, dr Bambang divonis lepas dari segala tuntutan hukum. Anehnya, pada 30 Oktober 2013 MA mengabulkan kasasi jaksa dan menjatuhkan hukuman 1,5 tahun penjara kepada dr Bambang.
MA menyatakan dr Bambang terbukti bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat izin praktik dan tidak memenuhi kewajibannya memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional. MA tidak menjatuhkan pidana denda kepada dr Bambang.
Padahal pada 19 Juni 2007 MK telah menganulir ancaman pidana dalam pasal 76 dan pasal 79 huruf c itu. Sehingga pasal 76 berbunyi:
Dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 100 juta.
Sedangkan pasal 79 huruf c menjadi berbunyi:
Dipidana dengan denda paling banyak Rp 50 juta setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e.
(rvk/asp)