'Lain Hulu Lain Parang', Ini Perubahan Sikap Partai Soal RUU Pilkada

RUU Pilkada

'Lain Hulu Lain Parang', Ini Perubahan Sikap Partai Soal RUU Pilkada

- detikNews
Jumat, 05 Sep 2014 17:07 WIB
Lain Hulu Lain Parang, Ini Perubahan Sikap Partai Soal RUU Pilkada
Jakarta - 'Lain hulu lain parang, lain dulu lain sekarang' mungkin ungkapan yang tepat untuk menggambarkan perubahan sikap yang muncul terkait RUU Pilkada. Proses lobi-lobi dan peristiwa politik telah mengubah haluan pemerintah dan beberapa fraksi di DPR mengenai opsi pemilihan kepala daerah.

Opsi pertama adalah gubernur, bupati, dan wali kota dipilih secara langsung oleh rakyat seperti sekarang ini. Opsi kedua yakni pemilihan tersebut melalui DPRD.

"β€ŽAda perubahan drastis terutama dari Koalisi Merah Putih. Dulu sebelum Pilpres 2014 mereka setuju Pemilu Wali Kota dan Bupati dilakukan secara langsung. Namun setelah Pilpres mungkin karena konstelasi politik berubah dan sebagainya, tiba-tiba mereka berubah menjadi DPRD-DPRD (kepala daerah dan wakilnya dipilih DPRD setempat), artinya semuanya dipilih DPRD," kata anggota Panja RUU Pilkada dari Fraksi PKB, Abdul Malik Haramain, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (4/9/2014).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikut ini adalah sikap partai-partai yang mendadak berubah seiring berakhirnya Pilpres 2014:

1. PAN Dulu Setuju Pilkada Langsung, Sekarang Lewat DPRD

Partai Amanat Nasional sepakat dengan mitranya sesama koalisi merah putih bahwa pemilihan kepala daerah harus lewat DPRD. Menurut Sekjen PAN Taufik Kurniawan hal tersebut merupakan upaya pemberantasan money politics dalam pelaksanaan Pilkada.

"Dengan Pilkada langsung maka modal calon kepala daerah itu Rp 20-50 miliar. Setelah terpilih mereka pasti harus punya kewajiban untuk mengembalikan modal. Ini sesuai dengan data yang diungkapkan Presiden SBY bahwa dari 548 kepala kabupaten/kota ada 300 yang tersangkut kasus korupsi," ujar Taufik saat berbincang dengan detikcom, Jumat (5/9/2014).

Menurut catatan detikcom, partai berlambang matahari biru itu di tahun 2012 menolak opsi ini. Sikap PAN yang dibacakan dalam rapat paripurna DPR pandangan fraksi-fraksi, setuju bahwa kepala daerah harus dipilih langsung oleh rakyat pada saat itu dan tidak setuju bila wakil kepala daerah nantinya berasal dari jabatan karir.

PAN merupakan salah satu partai pengusung pasangan Prabowo-Hatta dalam pilpres 2014. Hatta Rajasa merupakan ketua umum PAN.

2. PKS Dulu Tolak Pilkada di DPRD, Sekarang Setuju

Partai Keadilan Sejahtera juga ikut andil dalam mengusung pasangan Prabowo-Hatta dalam pilpres 2014. Partai yang menyatakan tetap setia di Koalisi Merah Putih menjadi partai paling bontot di koalisi yang berubah pikiran mendukungΒ  Pilkada melalui DPRD.

"Secara prinsip sikap fraksi kita telah melakukan kajian dan mendengarkan masukan dari banyak pakar fraksi menentukan untuk bersama dengan Koalisi Merah Putih bahwa kepala daerah dipilih secara demokratis melalui DPRD," ujar Ketua FPKS Hidayat Nur Wahid saat dihubungi detikcom, Jumat (5/9/2014).

Sementara itu pada Kamis (4/9/2014) anggota Panja RUU Pilkada Abdul Malik Haramain menyatakan bahwa PKS masih tetap menolak Pilkada lewat DPRD. Padahal kawan-kawannya di koalisi sudah satu suara.

Penuturan Malik tersebut pun serupa dengan catatan detikcom pada tahun 2012. Namun pada saat itu PKS masih menimbang-nimbang kemungkinan Pilkada lewat DPRD dan cenderung pada pemilihan langsung.

3. Golkar dan PPP yang Kompak Berubah Pikiran

Partai Golongan Karya merupakan pendukung Prabowo-Hatta meski diwarnai perbedaan pendapat di internal. Partai ini mendukung pemilihan kepala daerah melalui DPRD dan meminta rakyat tak mencurigai wakil mereka.

"β€ŽJangan berkonotasi negatif dulu. Tujuan Pilkada lewat DPRD adalah untuk lebih mengefisienkan dan memudahkan prosesnya," kata Ketua DPP Golkar Priyo Budi Santoso di Gedung Parlemen, Senayan, Jakartaβ€Ž, Jumat (5/9/2014).

Padahal dua tahun lalu partai ini mendorong agar kepala daerah tetap dipilih secara langsung oleh rakyat. Saat itu Golkar menolak wakil kepala daerah merupakan jabatan karier dan sepakat untuk melarang keluarga incumbent untuk mencalonkan diri.

Sikap ini rupanya kompak dengan mitranya di Koalisi Merah Putih, yakni PPP. Di tahun 2012 partai berlambang Kakbah ini tak setuju bila kepala darah dipilih oleh DPRD, namun kali ini sangat mendukung opsi tersebut.

4. Pemerintah Dulu Ingin Kembalikan Pilkada di DPRD

Pemerintah rupanya juga mengalami perubahan sikap mengenai opsi pemilihan kepala daerah. Di tahun 2012, pemerintah yang diwakili oleh Mendagri Gamawan Fauzi ingin mengembalikan kewenangan DPRD untuk memilih kepala daerah .

"Seorang gubernur untuk dipilih langsung oleh rakyat menjadi tidak relevan, karena interaksi yang terjalin antara rakyat dan seorang gubernur juga tidak langsung. Oleh karena itu, mekanisme pemilihan yang paling kompatibel untuk diterapkan dalam pemilihan gubernur adalah dengan mekanisme perwakilan yang dalam hal ini dipilih dalam melalui suara terbanyak oleh DPRD Provinsi yang bersangkutan," demikian keterangan pers Mendagri Gamawan Fauzi, Jumat (8/7/2012).

Namun setelah dibahas, kini pemerintah lebih memilih untuk mempertahankan sistem pemilihan langusng seperti saat ini. Melalui Dirjen Otoda Kemendagri Djohermansyah Djohan disebutkan bahwa pemilihan serempak 2015 menjadi alasan untuk mempertahankan sistem ini.

"Karena tahun 2015 digelar Pilkada secara serentak. Maka Pilkada akan lebih hemat dan efisien bila model pemilihannya secara langsung. Ketika pemilih datang ke tempat pemungutan suara (TPS), maka pemilih langsung memilih gubernur, bupati dan wali kota. Sekali mencoblos akan lebih hemat dan efisien," tegas Djohermansyah.
Halaman 2 dari 5
(bpn/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads