"Ya jelas mundur ini kan tingkat partisipasi masyarakat sudah tereduksi. Sudah kembali lagi diwakilkan. Apa seperti tadi mereka bisa digadaikan?," kata pakar komunikasi politik dari Universitas Alauddin Makassar Firdaus Muhammad dalam diskusi di Gedung DPD, Senayan, Jakarta, Jumat (5/9/2014).
Pilkada tidak langsung juga dikhawatirkan menimbulkan potensi kecurangan antar anggota DPRD serta calon kepala daerah bisa terjadi. Adanya berbagai modus yang bisa dimunculkan memberikan kegagalan representasi anggota DPRD terhadap konstituennya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Firdaus juga menyebut Pilkada melalui DPRD tidak bisa menjamin terjadinya penghematan anggaran dalam pelaksanaannya. Justru sebaliknya, intensitas komunikasi antara anggota DPRD dan kepala daerah semakin terbuka.
Menurutnya, sistem tidak langsung malah menimbulkan spekulasi kerawanan politik uang yang sulit dikontrol.
"Apakah ada jaminan kalau misalkan pemilihan lewat DPRD itu costnya kecil. Tentu tidak. Bisa saja pemilihan itu lewat ATM, kalau mau studi banding, ada kegiatan hajatan keluarga, diperas lagi tuh gubernur. Apalagi kalau dia menguasai parlemen. Itu lebih bahaya lagi. Politik uang tidak bisa dikontrol. Sulit," ujarnya.
(hat/fdn)