"Nggak ada balas dendam. Momentumnya saja yang kebetulan sama," kata politikus PAN yang juga Ketua Panja RUU Pilkada Abdul Hakam Naja saat dihubungi detikcom, Jumat (5/9/2014).
PAN yang sebelumnya meminta Pilkada secara langsung, dalam rapat Panja RUU Pilkada pada 1-3 September lalu berubah sikap dan meminta Pilkada kembali seperti zaman Orde Baru yang diputuskan di DPRD. Menurut Hakam, perubahan sikap Koalisi Merah Putih bukan balas dendam karena kalah di Pilpres 2014.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Adanya dugaan manipulasi dan kecurangan, ada politik uang, ada gesekan di masyarakat bawah karena pemilihan," ujarnya.
Dalam rapat konsinyering Panja RUU Pilkada dengan Kemendagri pada 1-3 September lalu, Partai Golkar yang sebelumnya meminta Pilkada dilakukan secara langsung berubah sikap dan meminta Pilkada dilakukan oleh DPRD. Langkah ini juga diambil Gerindra, PPP dan PAN. PKS yang dalam rapat itu tetap meminta Pilkada secara langsung, belakangan berubah haluan dan meminta Pilkada dipegang DPRD.
Fraksi yang tak mengubah keputusannya hanya PDIP dan Hanura yang tetap meminta pemilihan dilaksanakan secara langsung. Demokrat dan PKB meminta agar Pilgub dilakukan secara langsung namun Pilwakot dan Pibubnya dilakukan oleh DPRD.
Pilkada melalui DPRD dinilai Hakam juga tak luput dari kekurangan. Pandangan adanya politik uang yang berpusat di DPRD menurutnya bagian dari konsekuensi politik dari keputusan yang diambil. Namun, menggandeng penegak hukum bisa menjadi cara memperbaiki sistem demokrasi melalui DPRD.
"Setiap sistem ada kelemahan. (Pilkada) Langsung kelebihannya ada tapi kekurangannya juga lebih banyak. Begitu pula DPRD ada kelebihan dan ada kelemahannya. Tidak ada yang sistem sempurna," imbuhnya.
Mendukung Pilkada dilakukan oleh DPRD, disebut Hakam, sebagai sikap final namun ia tak menutup kemungkinan jika partai lainnya dapat berubah sikap saat rapat Panja RUU Pilkada kembali digelar pekan depan.
Sebelumnya, Direktur LIMA Ray Ranguti mengatakan bahwa perubahan sikap politik para parpol Koalisi Merah Putih dalam RUU Pilkada adalah bentuk balas dendam. Menurut Ray, sikap koalisi itu memberi kesan mendalam sebagai bagian dari luka hati akibat gagal dalam pelaksanaan Pilpres. Argumen bahwa mereka setuju Pilkada digelar langsung tiba-tiba dimentahkan sendiri.
"Mereka mengorbankan pencapaian prinsipil dan esensil dalam reformasi hanya sekadar memenuhi kebutuhan politik jangka pendek, bersifat pragmatis dan juga bernada 'balas dendam'," ujar Ray.
(bil/nrl)