Ahli Pidana Sebut Pemberi dan Penerima Suap Harus Sepaham

Sidang Anas

Ahli Pidana Sebut Pemberi dan Penerima Suap Harus Sepaham

- detikNews
Kamis, 04 Sep 2014 16:09 WIB
Jakarta - Chairul Huda, pakar hukum pidana, dihadirkan oleh Anas Urbaningrum sebagai ahli dalam kasus Hambalang. Chairul menjelaskan bahwa dalam kasus suap, pemberi dan penerima harus memiliki satu kesepahaman mengenai pemberian tersebut.

"Mengenai pasal suap 12 huruf a dan b. Di dalam pasal tersebut, harus ada kesepahaman antara pemberi suap dengan penerima, tentang untuk apa pemberian tersebut," ujar Chairul di PN Tipikor, Jakarta, Kamis (4/8/2014).

Pasal tersebut adalah pasal yang dijeratkan kepada Anas. Menurut Chairul, jika tidak ada kesepahaman antara pemberi dan penerima, maka unsur dalam pasal tersebut tak terpenuhi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kesepahaman itu membuat deal, sehingga sempurna terjadinya tindak penyuapan itu," ujar pengajar di Universitas Muhammadiyah Jakarta ini.

Chairul dalam kesempatan ini juga menyatakan, pengadilan bukanlah tempat untuk mencari kesalahan seseorang. Menurutnya, pengadilan adalah untuk mencari kebenaran orang yang sedang dituduh melakukan kejahatan dalam suatu perkara.

"Pengadilan harus mencari ketidaksalahan orang bukan kesalahan orang. Jadi harus dicari apa yang menyebabakan kemudian sebagai dasar dia tidak bersalah, bukan menjadi dasar dia bersalah. Karena pengadilan adalah tempat memisahkan orang tidak bersalah," kata Chairul.

Menurut Chairul, jika pengadilan hanya semata-mata untuk mencari kesalahan seseorang namanya bukan pengadilan. Menurut dia, dasar didirikan pengadilan adalah untuk mencari ketidakbersalahan seseorang.

"Kalau semata-mata untuk menyatakan orang bersalah, namanya bukan pengadilan. Kalau pengadilan justru sekalipun sudah sekian banyak bukti menyatakan dia bersalah harus dicari lagi ada enggak sih celah untuk menyatakan dia tidak bersalah," ujar Chairul.

โ€ŽSeorang hakim, kata Chairul, haruslah dapat mempertimbangkan saksi yang menyatakan orang itu bersalah dan yang menyatakan orang tersebut tidak bersalah. Dengan begitu keputusan yang diambil oleh hakim memenuhi rasa keadilan.

"Jadi kalau ada 20 saksi, 18 mengatakan bersalah, katakanlah begitu, dua mengatakan sebaliknya hakim harus cari dasar untuk menyatakan dua ini ditolak dan menerima yang 18 tidak boleh kemudian ada 20 saksi, 2 menyatakan bersalah, hakim dengan begitu saja menyingkirkan yang 18 hanya memakai dua yang menyatakan bersalah," ujar Chairul.

Dalam kesempatan ini, Anas juga sempat bertanya kepada Chairul mengenai dakwaan korupsi dan pencucian uang kepada seorang terdakwa. "Ketika pidana awalnya yakni korupsi tidak ada, tidak dapat dibuktikan, apakah pencucian uangnya juga tetap bisa dituntut," tanya Anas yang didakwa penerimaan suap dan pencucian uang ini.

"Tidak bisa. Predikat crime harus bisa dipenuhi dulu, baru kemudian pencucian uangnya. Peribahasanya, kalau baju belum dibeli, bagaimana bisa dicuci," jawab Chairul.

(fjr/rmd)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads