Jadi Ahli di Sidang Anas, Chusnul Mariyah Jelaskan Soal Suksesi di Parpol

Jadi Ahli di Sidang Anas, Chusnul Mariyah Jelaskan Soal Suksesi di Parpol

- detikNews
Kamis, 04 Sep 2014 13:57 WIB
Jakarta - Pengajar Ilmu Politik di Fisip UI, Chusnul Mariyah, dihadirkan sebagai ahli oleh pihak Anas Urbaningrum dalam persidangan. Mantan anggota KPU itu banyak ditanya pendapatnya oleh Anas mengenai suksesi kekuasaan di dalam suatu tubuh Parpol.

Anas langsung mengambil kesempatan pertama kali, untuk meminta pendapat Chusnul. Mantan Ketum Demokrat meminta keterangan Chusnul soal struktur partai politik di Indonesia.

Chusnul lantas menerangkan bahwa UU Parpol di Indonesia, hanya mewajibkan agar sistem dalam Parpol bersifat demokratis. Mengenai struktur di dalam sistem tersebut, Parpol di Indonesia memiliki struktur yang bervariasi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Apakah seorang ketum bisa sendirian mengendalikan sebuah partai, seperti seorang pemilik perusahaan pribadi? Tidak bisa. Karena di dalam Parpol ada mekanismenya," kata Chusnul di PN Tipikor, Jakarta, Kamis (4/9/2014).

Chusnul menjelaskan, seorang ketum partai di Indonesia perlu melewati mekanisme khusus untuk mengambil suatu kebijakan. Rapat dengan melibatkan para pengurus-pengurus partai lainnya diperlukan.

"Untuk memutus sesuatu, harus ada rapat dengan nama macam-macam. Kalau rapat partai punya Bapak ini (Anas) DPP nya banyak sekali. Perlu ruangan hotel yang sangat besar untuk mengumpulkan," kata Chusnul.

Anas lantas bertanya mengenai, tentang bagaimana proses pergantian kekuasaan dalam suatu internal parpol, pada sistem yang demokratis. Dia mencontohkan mengenai bagaimana jika seorang kader partai yang merupakan penyelenggara negara, dan maju sebagai salah satu kandidat dalam suksesi pimpinan Parpol.

"Selama itu kompetisi yang berhubungan dengan internal partai, maka tidak ada hubungan antara dia seorang kader yang menjadi kandidat, dengan posisinya sebagai penyelenggara negara. Itu adalah kompetisi antarkader dalam suatu partai, bukan antar lembaga negara," kata Chusnul.

Chusnul kemudian menerangkan, seseorang yang maju sebagai kandidat pimpinan Parpol, maka itu merupakan suatu peristiwa kelembagaan, bukan hanya sebatas pada individu. Apalagi si calon juga harus menyertakan para kader lain yang mendukungnya untuk maju.

"Ini suatu kelembagaan. Di setiap Parpol, ada perubahan kepemimpinan secara periodik, salah satunya pada posisi ketum karena memang diperlukan figur ketum untuk berbagai fungsi salah satunya calon legislatif dari parpol tersebut," ujar Chusnul.

Selanjutnya, Chusnul menerangkan mengenai seorang ketum Parpol belum tentu bisa seenaknya dalam memimpin karena dia juga diawasi oleh organ-organ partai lainnya.

Bahkan di sejumlah partai, kata Chusnul, 'orang-orang kuat' malah tidak menempati posisi Ketum, melainkan posisi lain. "Memang ada fenomena bosism. Bosnya dalam suatu partai, belum tentu duduk di posisi ketum. Bisa duduk di ketua dewan pembina, ketua dewan syuro atau apa sebutannya," kata Chusnul.

Surat dakwaan untuk Anas memang menyebutkan mengenai dugaan gratifikasi terkait Hambalang dibawa ke Kongres Partai Demokrat di Bandung pada 2010. Uang digunakan untuk pemenangan Anas sebagai Ketum Demokrat. Saat itu Anas masih menjadi anggota DPR.

(fjp/aan)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads