Ratu Atut mulai terseret kasus korupsi ketika adiknya, Tubagus Chaeri Wardana (Wawan), ditangkap KPK pada 2 Oktober 2013. Wawan saat itu diduga menyuap ketua MK saat itu Akil Mochtar terkait sengketa Pilkada Lebak.
KPK bergerak cepat dengan mengajukan permohonan pencegahan Atut ke luar negeri
pada tanggal 3 Oktober. Atut yang dilarang ke luar negeri selama enam bulan, terpaksa mengurungkan niat untuk ibadah haji
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
KPK kemudian memanggil Atut pada 4 Desember 2013 untuk menjalani pemeriksaan terkait suap Akil Mochtar. Namun Atut tak datang dengan alasan mengikuti acara di Banten bersama pimpinan daerah lain.
Atut baru memenuhi panggilan KPK pada 10 Desember 2013. Dia mengaku ditanya soal pertemuan dengan Akil dan Wawan di Singapura sebelum hari penangkapan. Status istri (alm) Hikmat Tomet inu akhirnya baru ditentukan KPK pada Kamis 12 Desember 2013 lalu.
Meski pengumuman resmi soal status Atut baru dilakukan KPK pada Selasa (17/12/2013). Hingga akhirnya, pada hari Jumat (20/12) Atut pun ditahan.
Ratu Atut menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor pada 6 Mei 2014. Jaksa menuntutnya hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsidair 5 bulan kurungan pada persidangan 11 Agustus 2014. Jaksa juga menuntut hak politik Atut dicabut sebagai pidana tambahan.
Jaksa meyakini Atut bersama-sama Wawaan menyuap Ketua MK saat itu Akil Mochtar Rp 1 miliar demi memuluskan permohonan sengketa Pilkada Lebak tahun 2013 yang ditangani MK. Keterlibatan Atut didasarkan pada komunikasi dengan Akil di Singapura. Atut pada September 2013 pernah meminta bantuan ke Akil Mochtar.
Atut juga menyetujui pemberian duit Rp 1 miliar dari total Rp 3 miliar yang diminta Akil melalui advokat Susi Tur Andayani yang mendampingi pasangan Amir Hamzah-Kasmin di MK. Jaksa KPK memegang bukti percakapan soal pembahasan duit antara Atut dan Wawan.
Karier politik Atut di Banten boleh dibilang moncer. Sebelum naik menjadi gubernur, Atut adalah wagub Banten periode 2002-2007. Atut kemudian menjadi Plt Gubernur Banten karena Djoko Munandar, Gubernur Banten saat itu, terjerat kasus korupsi.
Pada Pilkada Banten 2006, Atut maju bertarung untuk mempertahankan kursi Banten 1. Berpasangan dengan Mohammad Masduki, Atut memenangkan perolehan suara dan ditetapkan oleh KPUD Banten sebagai gubernur.
Tiga pasangan calon gubernur lainnya menyatakan menolak dan menggugat penetapan Atut. Namun gugatan itu kandas. Atut tetap dilantik pada 11 Januari 2007.
Setelah periode pertamanya usai, Atut kembali mencalonkan diri sebagai Gubernur pada Pilkada Banten 2011. Kali ini dia menggandeng Rano Karno. Atut-Rano Karno memenangkan pilkada setelah KPUD mengumumkan hasil perolehan suara 30 Oktober 2011.
Menengok ke belakang, Ratu Atut pernah berjanji menjadi kepala daerah tanpa korupsi. Komitmen antikorupsi ini pernah ditandatangani Atut saat bersama 22 kepala daerah se-Indonesia menghadiri Deklarasi Antikorupsi di KPK pada 9 Desember 2008.
Sedangkan pada 20 Maret 2012, Ratu Atut pernah mengimbau seluruh kepala daerah se-Banten untuk mencegah korupsi , kolusi dan nepotisme (KKN) di lingkungan birokrasi. Hal ini disampaikan Atut pada acara penandatanganan Pakta Integritas para Walikota dan Bupati se-Provinsi Banten di Pendopo Gubernur.
(fdn/mad)