Keterangan ini dibenarkan Direktur Operasional PT Dutasari Citralaras, Ronny Wijaya, saat jaksa membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) point 27.
"PT Dutasari mendapatkan instalasi mekanikal dan elektrikal dari PT Adhi Karya pada sekitar pertengahan 2010. Setelah mengetahui ada proyek di Kemenpora akan diambil alih Grup Permai, Machfud Suroso menghadap Wafid Muharam dengan ancaman akan melapoorkan Wafid Muharam ke KPK," kata jaksa KPK Ahmad Burhanuddin membacakan BAP Ronny Wijaya dalam persidangan Anas Urbaningrum di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (29/8/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah sowan ini, anak buah Wafid, Poniran melapor ke atasannya itu. "Dengan mengatakan Paul Nelwan diberi kartu nama M Jasin. Wafid Muharam masih tidak percaya dan mengutus adiknya sowan ke KPK bersama dengan Machfud Suroso," papar Ronny dalam BAP.
Selanjutnya Machfud Suroso dalam keterangan Ronny bertemu dengan M Jasin bersama adik Wafid Muharam. "Setelah yakin kedekatan Machfud Suroso dengan pimpinan KPK proyek diserahkan ke KSO Adhi-Wika dan Machfud Suroso mendapatkan pekerjaaan mekanikal elektrikal," ujar Ronny.
Lantaran Grup Permai tidak jadi mendapatkan proyek Hambalang, Mindo Rosalina Manulang, utusan Nazaruddin meminta uang yang telah disetor kepada Wafid Muharam sebesar Rp 10 mliar. "Uang dikeluarkan dari rekening Machfud pribadi dan dibawa staf Budi Margono dan diantar untuk diserahkan kepada Lisa Lukitawati Isa dan Lisa menyerahkan ke Rosa. Betul seperti itu?" tanya jaksa.
"Betul," jawab Ronny.
PT Dutasari Citralaras, menurut Ronny, pernah menjadi subkontraktor dari sejumlah proyek di antaranya pembangunan gedung pajak, rumah jabatan anggota DPR, proyek di Kementerian Agama dan proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON) Hambalang. Menurut Ronny, pembayaran Dutasari sebagai subkon Hambalang sekitar Rp 170 miliar.
(fdn/aan)