Gugat UU Pencucian Uang, Permohonan Akil Banyak Kesalahan

Gugat UU Pencucian Uang, Permohonan Akil Banyak Kesalahan

- detikNews
Jumat, 29 Agu 2014 12:40 WIB
Gedung Mahkamah Konstitusi (ari saputra/detikcom)
Jakarta - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar menggugat UU Pencucian Uang ke MK. Permohonannya disusun dalam berkas setebal 292 halaman yang ternyata masih banyak kekurangan. Akil tidak hadir dalam sidang tersebut dan diwakili kuasa hukumnya.

Hal ini disampaikan oleh hakim konstitusi Aswanto yang menilai permohonan Akil kurang memperjelas kerugian konstitusional yang dialami tahanan KPK itu. Selain itu, masih ada kesalahan redaksional dalam permohonan pria yang pernah jadi hakim konstitusi lebih dari 5 tahun itu.

"Petitum saudara kan banyak sekali, sampai 292 halaman. Nah, saudara sudah mengurai masing-masing pasal itu bertentangan dengan UUD. Menurut saya ini nanti hakim bingung, UUD 1945 kan banyak pasalnya," ujar Aswanto dalam persidangan di gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (29/8/2014).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

‎Aswanto kemudian memberikan masukan kepada kuasa hukum Akil, Adhardam Achyar, untuk menyempurnakan poin-poin permohonan dikaitkan dengan pasal dalam UUD. Sehingga ada dasar pengujian yang menunjukkan Akil mengalami kerugian konstitusional atas keberadaan UU TPPU.

"Di permohonan sudah mengurai tapi mestinya itu dikonkretkan dalam petitum saudara," ujar Aswanto.

‎Sedikitnya ada 9 pasal dalam UU TPPU yang diajukan Akil untuk diujimaterikan oleh MK. Pasal-pasal itu adalah pasal 2 ayat 2, pasal 3, pasal 4, pasal 5 ayat 1, pasal 69, pasal 76, pasal 77, pasal 78 ayat 1 dan pasal 95.

Hakim MK Wahiduddin Adams juga menilai permohonan Akil kurang kuat untuk menunjukkan kerugian konstitusional atas berlakunya UU TPPU. Selain itu, pasal-pasal yang diujimateri itu sebagian besar berisi tentang harta kekayaan terdakwa yang bisa disita negara.

"Hal terkait dengan menjelaskan kedudukan hukum ini perlu dipertajam tentang alasan kerugian konstitusionalnya," ujar Wahiduddin.

Wahiduddin menyarankan agar kedudukan hukum Akil fokus pada kerugian konstitusional.

"Sehingga tidak selalu rumit, kita pelajari tali temali, kemudian posisi yang perlu dipertajam pertentangan norma. Pertajam normanya karena yang akan kita uji itu normanya," ujar Wahiduddin.

‎Salah satu contoh permohonan Akil yang perlu diperbaiki adalah petitum untuk Pasal 76 UU No 8/2010 tentang TPPU. Wahiduddin menilai Akil tidak memasukan frasa yang menurut Akil merugikan dirinya.

"Bertentangan secara UUD dengan bersyarat. Tapi tidak disebutkan sepanjang frasa mana sehingga harus dinyatakan bagaimana dimintakan kepada MK. Ini perlu diperjelas apa yang dimaksud bersyarat," tutup Wahiduddin.

(vid/asp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads