Hal ini disampaikan oleh hakim konstitusi Aswanto yang menilai permohonan Akil kurang memperjelas kerugian konstitusional yang dialami tahanan KPK itu. Selain itu, masih ada kesalahan redaksional dalam permohonan pria yang pernah jadi hakim konstitusi lebih dari 5 tahun itu.
"Petitum saudara kan banyak sekali, sampai 292 halaman. Nah, saudara sudah mengurai masing-masing pasal itu bertentangan dengan UUD. Menurut saya ini nanti hakim bingung, UUD 1945 kan banyak pasalnya," ujar Aswanto dalam persidangan di gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (29/8/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di permohonan sudah mengurai tapi mestinya itu dikonkretkan dalam petitum saudara," ujar Aswanto.
Sedikitnya ada 9 pasal dalam UU TPPU yang diajukan Akil untuk diujimaterikan oleh MK. Pasal-pasal itu adalah pasal 2 ayat 2, pasal 3, pasal 4, pasal 5 ayat 1, pasal 69, pasal 76, pasal 77, pasal 78 ayat 1 dan pasal 95.
Hakim MK Wahiduddin Adams juga menilai permohonan Akil kurang kuat untuk menunjukkan kerugian konstitusional atas berlakunya UU TPPU. Selain itu, pasal-pasal yang diujimateri itu sebagian besar berisi tentang harta kekayaan terdakwa yang bisa disita negara.
"Hal terkait dengan menjelaskan kedudukan hukum ini perlu dipertajam tentang alasan kerugian konstitusionalnya," ujar Wahiduddin.
Wahiduddin menyarankan agar kedudukan hukum Akil fokus pada kerugian konstitusional.
"Sehingga tidak selalu rumit, kita pelajari tali temali, kemudian posisi yang perlu dipertajam pertentangan norma. Pertajam normanya karena yang akan kita uji itu normanya," ujar Wahiduddin.
Salah satu contoh permohonan Akil yang perlu diperbaiki adalah petitum untuk Pasal 76 UU No 8/2010 tentang TPPU. Wahiduddin menilai Akil tidak memasukan frasa yang menurut Akil merugikan dirinya.
"Bertentangan secara UUD dengan bersyarat. Tapi tidak disebutkan sepanjang frasa mana sehingga harus dinyatakan bagaimana dimintakan kepada MK. Ini perlu diperjelas apa yang dimaksud bersyarat," tutup Wahiduddin.
(vid/asp)