Pasca MK Emoh Adili Sengketa Pilkada: MA, Pengadilan Ad Hoc atau Bawaslu?

Pasca MK Emoh Adili Sengketa Pilkada: MA, Pengadilan Ad Hoc atau Bawaslu?

- detikNews
Kamis, 28 Agu 2014 15:43 WIB
Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan tidak bersedia menangani sengketa pemilihan kepala daerah (Pilkada). Ke manakah nanti sengketa itu akan ditangani?

"Pilihannya waktu itu oleh Mahkamah Agung (MA). Kami dari Panja sudah pernah konsultasikan. Ketua MA waktu itu menyatakan sedang konsen reformasi MA. Menurut Ketua MA, (reformasi MA) perkembangannya sangat menggembirakan," ujar Ketua Panja RUU Pilkada Abdul Hakam Naja.

Hal ini diungkapkannya dalam diskusi media bertajuk 'Masa Depan (RUU) Pilkada (Serentak)' di Restoran Kopi Deli, Jl Sunda, Menteng, Jakpus, Kamis (28/8/2014).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tapi kalau UU memerintahkan, kami siap," lanjutnya menirukan ucapan Ketua MA kala itu.

Menurutnya, masalah penanganan sengketa ini menjadi sangat krusial karena menyangkut integeritas lembaga peradilan pemilu. Hakam mengatakan ada baiknya nanti sengketa ini diselesaikan pengadilan ad hoc.

"Maka nanti fix bisa diselesaikan di pengadilan ad hoc," kata Hakam.

Terkait dengan sengketa pasca pelaksanaan Pilkada, ia membayangkan masalah yang mungkin timbul akan menggunung. Sehingga anggota Komisi II DPR ini tidak menyarankan pengadilan ad hoc berpusat di satu tempat layaknya MK, tetapi didirikan di berbagai regional seperti pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

"Ini untuk mengantisipasi adanya penumpukan dan eskalasi Pilkada yang begitu intens. Artinya, di provinsi yang memang intensitas gesekannya tinggi sama saja. Lebih baik dicari pusat pengadilan et hoc di regional untuk menghindari gesekan langsung," paparnya.

Sementara itu, pakar hukum dan tata negara Refli Harun mengusulkan penyelesaian sengketa pemilu di lembaga non peradilan. Dalam hal ini dia menyarankan ke badan pengawas pemilihan umum (Bawaslu).

"Kenapa nggak non peradilan saja. Saya mengusulkan sengketa ini ke Bawaslu. Sebenarnya tanggung kalau 3 lembaga (KPU, DKPP dan Gakkumdu) ini memiliki sikap yang berbeda karena power-nya justru di 3 lembaga ini," tutur Refli.

"Kalau mau ada pelanggaran administratif ke KPU/KPUD, kalau pelanggaran berkaitan kode etik ke DKPP dan kalau pelanggaran pidana ke Gakkumdu yang dalam hal ini polisi dengan case khusus pemilu. Jadi Bawaslu tidak perlu lagi menangani pelanggaran," sambungnya.

Ia menyarankan keberadaan Bawaslu agar diperkuat lagi baik dari segi power maupun keberadaannya. Ini agar keputusan yang kelak dikeluarkannya, bila disetujui untuk menangani sengketa, bisa sama kuat, mengikat dan final setara MK.

"Kalau Bawaslu di-reinforcing, penyelesaian sengketa masukkan saja ke Bawaslu. Mungkin namanya diganti jadi Badan Penyelesaian Sengketa Pemilu. Infrastrukturnya bisa diambil dari pusat dan daerah. Panwas mungkin tidak diperlukan lagi sehingga bisa menghemat biaya," ucap advokat Correct ini.

"Apakah ini sah, sah-sah saja karena di luar negeri banyak yang kayak ini. Namanya sengketa kan nggak hanya hasil tapi juga proses," jelasnya.

Menanggapi hal ini, Hakam menjelaskan agak sulit bila Bawaslu bertransformasi menjadi lembaga peradilan yang menangani sengketa. Menurutnya, masyarakat akan sulit menerima.

"Memang yang membuat concern kami soal sengketa ini, format sengketa di negara ini sudah terbentuk dengan pola MK. Kalau diturunkan ke tingkat Bawaslu sebelum ada reformasi, orang bisa tidak puas dengan keputusan lembaga ini. Kita harus bisa samakan dulu posisi Bawaslu dan MK supaya bisa tunduk sama keputusannya," terang anggota fraksi PAN tersebut.

Guna menyamakan persepsi dalam pelaksanaan pemilu di masa yang akan datang, Hakam menilai perlunya ada kitab undang-undang Pemilu seperti halnya KUHP.

"Perlu adanya kitab undang-undang pemilu seperti kitab undang-undang KUHP. Tapi dari pengalaman yang ada di Indonesia itu bukan perkara yang mudah. Mulai 2014-2019 bisa dimulai tahapan awal undang-undang kitab pemilu," pungkasnya.

(aws/asp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads