Ketua Panja RUU Pilkada Abdul Hakam Naja optimis nasib undang-undang pemilu kada (Pilkada) bisa tuntas tahun ini. Mulanya, undang-undang ini ditargetkan rampung sebelum pemilu.
"Saya yakin pembahasan UU Pilkada akan selesai tahun ini karena ini sudah cukup lama. Saya berpendapat karena ini sudah lama dibahas dan tinggal pengambilan putusan, maka UU ini tinggal penyempurnaan rumusan," ujar Hakam.
Hal ini ia kemukakan dalam diskusi media bertajuk 'Masa Depan (RUU) Pilkada (Serentak)' di Restoran Kopi Deli, Jl Sunda, Menteng, Jakpus, Kamis (28/8/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tinggal soal wakil (gubernur atau walikota) saja yang masih tertahan," imbuhnya.
Rupanya, pemerintah masih berkeberatan dengan pemilihan wakil kepala daerah dari kalangan non partai alias PNS. Ini yang menyebabkan pembahasan UU masih buntu.
"Terakhir komunikasi dengan pemerintah kalau mayoritas fraksi di DPR menghendaki pemilihan gubernur langsung, maka akan ikut. Tapi pemerintah masih menyimpan soal wakil apakah dipilih berbarengan (sepaket) atau diambil dari PNS," kata anggota Komisi II DPR ini.
Apa alasannya?
"Pemerintah selalu mendengungkan kenapa nggak mau memilih sepaket dengan wakil karena selalu pecah kongsi. Dengan adanya kejelasan UU Pilkada ini semoga nanti bisa lebih jelas," jawabnya.
Menyoal pelaksanaan Pilkada secara serentak, anggota fraksi PAN ini menyarankan tetap dilakukan pada 2015 dengan menawari alternatif tidak dalam satu hari yang sama sekaligus, melainkan per regional. Selanjutnya, perhelatan serupa dilaksanakan pada 2021 untuk menghindari kejenuhan pemilih yang baru saja menyelesaikan Pemilu serentak 2019.
"Ke depan Pilkada dilakukan tidak lagi terpisah maka akan diadakan pada tahun yang sama. Waktu dibahas dengan DPR setujunya 2020, tapi saya sendiri cenderung ingin 2021 dengan alasan waktu yang tersedia tidak terlalu mepet dan masyarakat bisa menilai. Kalau tidak diberi jeda waktu yang cukup euforianya masih terasa, kita jadi tidak sempat menilai kinerja pemenang Pemilu 2019," pungkas Hakam.
(aws/ndr)