Disparitas Pidana Anak: Kasus Sandal Jepit, AQJ, SMA 3 dan Pencurian Bebek

Disparitas Pidana Anak: Kasus Sandal Jepit, AQJ, SMA 3 dan Pencurian Bebek

- detikNews
Rabu, 27 Agu 2014 13:32 WIB
ilustrasi (dok.detikcom)
Jakarta - Hari-hari belakangan, anak-anak semakin sering berhadapan dengan hukum dalam berbagai variasi tindak pidana. Di kasus-lasus tersebut, pidana yang dijatuhkan adakalanya menjadi polemik di kemudian hari.

Seperti dalam kasus kecelakaan maut yang menyebabkan 7 orang meninggal dunia. Anak Ahmad Dhani, AQJ, duduk di kursi terdakwa karena dialah yang menjadi sopir sedan maut itu.

AQJ dinyatakan bersalah atas kelalaiannya mengendarai mobil sedan Mitsubishi Lancer bernomor polisi B 80 SAL di jalan tol Jagorawi Km 8. Dia menabrak mobil yang datang dari arah berlawanan karena menghindari mobil di depannya. Saat itu AQJ diduga memacu mobil dengan kecepatan hingga 176 km per jam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hakim tunggal Fetriyanti menyatakan, AQJ bersalah dan melanggar pasal 310 ayat 1, 3, dan 4. Dalam vonis yang dibacakan 16 Juli 2014, Fetriyanti menjatuhkan vonis mengembalikan AQJ ke orang tuanya. Tuntutan percobaan 2 tahun pun kandas.

Beda AQJ, beda pula siswa SMA 3 Jakarta yang harus berhadapan dengan hukum. Empat siswa SMAN 3 Jakarta menjadi terdakwa kasus kekerasan yang mengakibatkan kematian Afriand Caesar (16). Pada Rabu (26/8) kemarin, keempatnya divonis hukuman percobaan. Hukuman tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menuntut 3 tahun penjara.

Ketua majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) I Made Sutisna
menyatakan empat terdakwa telah terbukti dengan sah dan meyakinkan karena kelalaian menyebabkan orang meninggal dunia.

Kasus dengan terdakwa anak juga mengingatkan kasus pencurian sandal jepit di Palu. Pada 4 Januari 2012, hakim tunggal Romel Tampubolon menyatakan AAL terbukti mengambil sandal milik anggota polisi. Atas kesalahan itu, Romel menjatuhkan pidana dengan mengembalikan AAL ke orang tuanya. Putusan itu sama dengan tuntutan jaksa.

Nah yang terakhir, kasus yang melibatkan anak-anak muncul dari Purbalingga, Jawa Tengah. 3 Anak-anak mencuri 3 ekor bebek saat bermain di sungai pada 14 Desember 2013. Atas kejadian itu, pemilik bebek telah memaafkan dan keluarga para terdakwa dan pemilik bebek telah membuat kesepakatan damai di depan kepala desa setempat.

Tapi kasus itu tetap dibawa ke pengadilan. Dalam sidang tersebut, Balai Kemasyarakatan (Bapas) Purwokerto menyarankan ketiganya untuk dilakukan tindakan dikembalikan ke orang tua masing-masing. Hal ini sesuai dengan pasal 24 ayat 1 huruf a UU Perlindungan Anak. Hal tersebut didasarkan pada usia para terdakwa yang masih muda yang labil. Apalagi tujuan terdakwa untuk makan bersama-sama, bukan untuk diperjualbelikan.

Selain itu, dikhawatirkan jika dipenjara malah memperburuk kondisi psikologis terdakwa karena pengaruh lingkungan penjara. Apalagi, kesepakatan damai tersebut telah disaksikan para pihak dan Kepala Desa.

Namun, hakim tunggal Ivonne Tiurma Rismauli pada 11 Februari 2014 mengesampingkan seluruh argumen Bapas. Hakim lebih sependapat dengan pendapat jaksa yang menuntut para terdakwa untuk dijebloskan ke penjara.

"Menjatuhkan pidana penjara terhadap Terdakwa I, II dan III selama 2 bulan dan 15 hari," ucap Ivonne sebagaimana dilansir website Mahkamah Agung (MA), Kamis (27/8/2014).

(asp/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads