โGila kan 1281 bangunan yang menurut PP semuanya kita kelola tapi bukan punya kita. Ini ngapain sih satu pihak suruh kasih ke kita, tapi di pihak lain enggak kasih ke kita. Iya kan, kita juga enggak bisa kelola karena orang yang tinggal di situ sudah begitu lama, dari zaman perang, ini yang jadi masalah,โ kata Ahok di Balai Kota, Jakarta Pusat, Senin (18/8/2014).
Peraturan yang dimaksud Ahok yakni Peraturan Pemerintah (PP) pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1960 tentang Penguasaan Benda-Benda Tetap Milik Perseorangan Warga Negara Belanda. Dia menilai PP itu mengganjal upaya pemprov untuk mengambil alih peninggalan tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
โRumah kota praja yang dikasih ke kita itu tau gak, cuma 40-50 m2, yang gak dikasih ke kota praja 800 m2. Nah saya nggak berani gimana-ginana. Mungkin dulu memang sudah ada yang mau ambil untung. Soalnya PP-nya nggak bisa kita rubah, nah itu yang kota praja,โ ucapnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perumahan Yonathan Pasodung mengatakan pihaknya tiap dua tahun sekali mengeluarkan 1.281 Surat Izin Penghunian (SIP) untuk bangunan peninggalan Belanda. Jumlah itu terdiri dari 9 kategori, yakni 62 unit milik Panitia Pelaksanaan Penguasaan Benda Tetap Milik Perseorangan Warga Belanda (P3MB), 70 unit milik kemenPU, 35 unit milik perusahaan negara termasuk bank.
Kemudian, sebanyak 86 unit milik perusahaan swasta dan asuransi, 53 unit milik presidium kabinet, 23 unit milik yayasan dan gereja memiliki 23 unit, pemilik perorangan sebanyak 428 unit. 10 unit berstatus kota praja 10 unit, dan terakhir, 564 unit yang masih tidak diketahui pemiliknya.
โSekarang kita lagi bentuk tim khusus untuk telusuri siapa pemiliknya. Sebab bisa saja itu dimiliki oleh Kota Praja atau perorangan. Target kita minggu ini nanti langsung penelitian rumah-rumah Belandanya,โ kata Pasodung, di Balai Kota, Senin 918/8/2014).
(ros/fjp)