Tim Prabowo-Hatta Berharap MK Perintahkan Coblosan Ulang

Tim Prabowo-Hatta Berharap MK Perintahkan Coblosan Ulang

- detikNews
Sabtu, 16 Agu 2014 14:31 WIB
Jakarta - Tim Prabowo-Hatta berharap gugatannya di MK berbuah maksimal. Pemungutan Suara Ulang (PSU) diharapkan bisa digelar lantaran Pilpres 2014 dinilai diwarnai kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif.

"Kami merasa sudah mengungkapkan banyak kecurangan. Kedua, kami ingin keadilan, mari kita berhitung angka kalau kami diragukan silakan,
paling tidak ada PSU (pencoblosan ulang). MK bisa memberikan putusan sela memerintahkan KPU melakukan PSU satu bulan," kata Kuasa Hukum Tim Prabowo-Hatta, Didi Supriyanto, di Warung Daun, Jl Cikini Raya, Jakarta, Sabtu (16/8/2014).

Tim Prabowo-Hatta berharap MK dapat memutus Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) dengan seadil-adilnya. Menurut kalkulasi Didi, jika coblosan ulang diperintahkan MK, maka sebulan kemudian akan ada presiden dan wakil presiden yang ditetapkan MK.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi 20 Oktober bisa ada Presiden terpilih," ujar Didi.

Persoalan pemilih tambahan disorot Tim Prabowo-Hatta, belum lagi berbagai kecurangan yang menurut mereka mewarnai Pilpres 2014. Namun batasan waktu dalam sidang MK membatasi mereka menampilkan saksi-saksi terkait.

"Ada keterbatasan saksi dan waktu di MK. Hanya 50 saksi untuk mewakili kecurangan di Indonesia, tentu kurang. Waktunya hanya dua hari untuk memeriksa saksi, kami sangat kurang," tutur Didi.

Meski begitu, Tim Prabowo-Hatta tak akan merespon berlebihan apapun putusan MK nantinya. Diharapkan, para pendukung tak bertindak anarkis saat putusan MK diketok 21 Agustus nanti.

"Kita semua harus patuh dan taat pada hukum. Setelah itu ada proses politik itu urusan lain. Tapi jangan sampai ada tindakan anarki yang akhirnya merugikan kita semua," katanya.

Sementara itu, Kuasa Hukum Tim Jokowi-JK menilai persoalan pemilih tambahan dalam DPK dan DPKTb tak perlu dipersoalkan. "Di beberapa tempat, khususnya di Jakarta, DPKTb ini baru muncul di tingkat kecamatan. Di provinsi-provinsi lain baru muncul di tingkat kabupaten, sehingga kita bisa melihat sebenarnya andai saja kalau yang unggul adalah pasangan nomor urut satu tentu hal ini tidak dimasalahkan," ujar Taufik.

Menurut pakar hukum dan pemerhati Pemilu dari SIGMA, Said Salahuddin, keberadaan DPK dan DPKTb ini tak diatur di Undang-undang dan pelaksanaannya tak selaras dengan putusan MK, alias ilegal. Muara permasalahan ini adalah ketidakberesan KPU menyusun DPT, padahal KPU sudah mempunyai dananya. Maka KPU, menurut Said, harus diaudit.

"Biang keladinya adalah KPU karena tidak mampu menyusun daftar pemilih dengan baik. Pantasnya KPU diaudit," ujar Said.

(dnu/aan)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads