"Sangat jelas bahwa 24 Juli kita sudah ke sini memberikan temuan 265 kotak suara dibuka paksa oleh KPU, tapi aneh terjadi persetujuan dari Panwascam di daerah Cilincing, Jakarta Utara," ujar Eggi kepada wartawan usai dari DKPP di Gedung Bawaslu, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (4/8/2014).
"Saya laporkan ini tidak lazim karena masih tersegel tapi kok tanggal 22 Juli diumumkan Jokowi yang ditetapkan jadi pemenang. Kan aneh padahal banyak kotak suara yang belum dibuka kok sudah bisa (secepat itu) ditetapkan. Kita temuin (kasus tersebut) tanggal 23 Juli," imbuhnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terus juga ada surat yang meminta KPU daerah untuk buka kotak suara. Sementara kita sudah masuk ke MK. Nah, biar MK yang memutuskan itu karena sudah ada jadi barang bukti," kata Eggi yang datang bersama 3 rekan lainnya.
Dia menuntut DKPP agar memecat Komisioner KPU karena dianggapnya tidak hanya melanggar kode etik tetapi juga tindak pidana luar biasa.
"Kita duga sudah (kotak suara) dirusak karena sudah disegel kok dibuka-buka lagi, maka kita minta DKPP untuk memecat KPU karena sudah melakukan tindak pidana luar biasa. Kita minta DKPP melihat dengan jelas dan menyidangkan dengan jelas untuk mecat Komisioner KPU," tegasnya.
Bagaimana respons DKPP terkait pelaporan ini?
"Sekarang belum bisa (memberikan respon) karena Jumat sidangnya. Kalau DKPP plintat-plintut jawabannya maka kami sangat sayangkan. Suatu saat ada kemarahan rakyat jangan salahkan!" ungkapnya.
Sebelumnya, tim advokasi Merah Putih sempat berniat melaporkan KPU atas dugaan tindakan pelanggaran tersebut pada Jumat (1/8) lalu. Namun niat mereka harus pupus dikarenakan saat itu DKPP masih libur lebaran.
Saat itu, anggota tim advokasi Merah Putih, Didiek Supriyanto, menyatakan KPU Pusat telah melakukan kesalahan dengan memerintahkan KPU di berbagai daerah untuk membuka kotak suara. Hal ini dinilainya sebagai pelanggaran.
(aws/rmd)