Lokasi penambangan tepatnya di Desa Simpang Pesak, Kecamatan Dendang, Kabupaten Belitung Timur, Bangka Belitung. Penambangan mulai dilakukan pada medio 2006 silam tanpa studi kelayakan dan terencana. Sehingga terjadi kerusakan lingkungan di lokasi penambangan hingga areal hutan wilayah perizinan.
Dalam melakukan aktivitas usahanya, PT Selatnasik Indokwarsa dan PT Simbang Pesak Indokwarsa membuka lahan hutan lindung untuk jalan menuju proyek pertambangan. Di dalam hutan lindung, PT Selatnasik Indokwarsa dan PT Simbang Pesak Indokwarsa melakukan penambangan pasir kwarsa, tanah liat dan tanah bangunan. PT Selatnasik Indokwarsa dan PT Simbang Pesak Indokwarsa juga membuka lahan untuk perkantoran, bengkel, mess pekerja, tempat pencucian bahan galian hasil tambang dan eksploitasi air tanah di lokasi itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedua perusahaan itu juga melakukan perusakan hutan suaka alam seperti pohon Pelawan, pohon Karemunting, pohon Harendong Hutan, pohon Seru dan jenis lainnya.
"Tanahnya dihali dan dikeruk sedalam 7 hingga 13 meter lalu diangkut dengan truck besar untuk dilakukan proses pencucian dan penyaringan pasir kwarsa maupun pasir bangunan," gugat Menteri LH seperti tertuang dalam putusan Peninjauan Kembali (PK) yang dilansir website MA, Senin (4/8/2014).
Usai dikeruk, bekas galian tersebut dibiarkan begitu saja. Akibatnya penambangan yang begitu hebatnya mengakibatkan struktur bentang alam pada hutan lindung rusak berat.
Menteri LH pun menuntut PT Selatnasik Indokwarsa membayar denda Rp 18 miliar dan PT Simbang Pesak Indokwarsa membayar denda Rp 8,4 miliar. Adapun denda pemulihan lahan ditanggung keduanya sebesar Rp 5,6 miliar. Gugatan ini pun dilayangkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut)
Pada 3 Februari 2010, PN Jakut mengabulkan seluruh gugatan Menteri LH tersebut. Putusan itu dikuatkan Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta pada 18 April 2011. Anehnya, putusan itu dianulir oleh MA lewat putusan kasasi pada 16 Agustus 2012. Atas putusan kasasi itu, Menteri LH lalu mengajukan PK dan dikabulkan.
"Membatalkan putusan MA No 499 K/Pdt/2012 tanggal 16 Agustus 2012," putus MA yang diketuai hakim agung M Saleh.
Duduk sebagai anggota hakim agung Prof Dr Abdul Manan dan hakim agung Dr Zahrul Rabain. Dalam putusan yang diketok pada 23 Mei 2014 lalu, majelis PK mengabulkan seluruh permohonan Menteri LH.
"Menyatakan Tergugat I dan tergugat II telah melakukan perbuatan melangar hukum perusakan lingkungan hidup dan bertanggungjawab secara mutlak," putus majelis PK.
(asp/try)