"Setelah kami meneliti ternyata ada kemiripan dengan sebuah kasus di California yang dikenal dengan kasus McMartin. Ada pertanyaan-pertanyaan mengarahkan dan lain-lain," kata kuasa hukum JIS, Harry Ponto.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam konferensi pers yang diadakan pada Kamis (24/7/2014), di Auditorium JIS Jalan Terogong Raya, Cilandak, Jakarta Selatan. Dalam konferensi pers ini juga ditayangkan video liputan khusus The New York Times soal McMartin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam kasus McMartin, kesaksian anak-anak diarahkan sehingga terjadi laporan palsu. Setelah dua kali menjalani sidang, semua tersangka dinyatakan tidak bersalah.
Menurut Harry, kesaksian anak-anak diarahkan dengan cara ditanyai pertanyaan yang sama secara berulang-ulang. "Anak tidak bisa berbohong, tapi akan mengikuti apa yang ditanyakan jika ditanya terus menerus," katanya.
Selain itu Harry juga menunjukkan foto yang menggambarkan bagaimana orangtua korban mengarahkan anaknya saat proses penyidikan. Orang tua korban juga mengirimkan e-mail pada orangtua yang lain sehingga terjadi laporan beruntun, seperti apa yang terjadi di McMartin.
"Dari beberapa kasus serupa lainnya di seluruh dunia banyak orang tidak bersalah yang hidupnya berantakan karena laporan palsu dari korban," kata Kartini Mulyadi, penasihat hukum JIS pada kesempatan yang sama.
Pada Kamis (10/7/2014) lalu, Penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polda Metro Jaya meningkatkan status dua guru Jakarta International School (JIS), Neil Bantleman (WN Kanada) dan Ferdinant Tjiong (WNI), sebagai tersangka dalam kasus kekerasan seksual.
Sebelumnya polisi menetapkan 6 orang tersangka yakni Agun, Firgiawan, Azwar, Afrischa Setyani, Syahrial dan Zainal. Namun, tersangka Azwar tewas setelah melakukan aksi bunuh diri di ruang toilet penyidik di sela-sela pemeriksaan, pada Juni 2014 lalu
(nwk/nwk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini