Pada masa pemerintahan Gubernur Sutiyoso di tahun 1998, lokalisasi tersebut pun ditutup. Tak pelak perombakan tempat prostitusi itu ditolak oleh orang-orang yang mencari nafkah di situ.
"Tapi dengan pendekatan dan pembinaan akhirnya mereka mengerti juga. Penolakannya sih saya lihat tidak seperti yang di Dolly, Surabaya itu," kata Kasubag Humas Jakarta Islamic Centre H. Mochammad Hasyim di kantornya, Jl Kramat Jaya, Koja, Jakarta Utara, Jumat (20/6/2014).
Pada waktu itu Pemprov DKI Jakarta langsung membeli tanah Kramat Tunggak. Dengan demikian tak ada alasan para mucikari untuk tidak pergi dari situ.
"Jadi dulu di dalam sini kan wisma-wisma yang dimiliki mucikari. Nah setelah ditutup jadi dibongkar semua wisma itu. Para PSK kemudian dikasih pelatihan keterampilan sesuai bidang masing-masing. Umpamanya ada yang di bidang kecantikan dikasih latihan salon," papar Hasyim.
Setelah berjalan hampir dua tahun, akhirnya kebiasaan buruk masyarakat pun hilang. Untuk mengantisipasi kejadian serupa terulang, Gubernur Sutiyoso membangun Islamic Centre.
"Jadi proyek itu dipegang Pemda sebagai pemilik tender. Setelah itu diresmikan tahun 2003, waktu itu pas presidennya Bu Megawati yang resmikan," sebut Hasyim.
Hasyim pun berpendapat bahwa untuk kasus seperti Dolly dapat pula dilakukan hal yang serupa. Dengan pendekatan manusiawi maka para pelaku usaha di Dolly dapat menerima penutupan tempat mereka mencari nafkah.
"Saya sih tidak tahu kondisi masyarakat di sana seperti apa. Pemkot Surabaya juga pernah ke sini untuk studi banding, ya saya bilang seperti itu saja. Intinya bagaimana PSK dan mucikari itu bisa bekerja lagi nantinya," kata Hasyim.
(bpn/mad)