Dalam konferensi pers pada Rabu Kamis (19/6) kemarin Wiranto menegaskan dirinya tak mau terjebak pada istilah Prabowo diberhentikan atau dipecat. Namun Wiranto menegaskan bahwa Prabowo diberhentikan karena terbukti dalam kasus penculikan.
"Maka tatkala Pak Letjen Prabowo, sebagai Panglima Kostrad, nyata-nyata oleh DKP telah dibuktikan beliau terbukti dalam kasus penculikan, maka diberhentikan sesuai norma yang berlaku," papar Wiranto, Kemarin.
"Tidak dengan hormat atau dengan hormat, tidak relevan kita perdebatkan. Terpulang kepada masyarakat untuk membuat istilah bagaimana, jangan terjebak pada istilah, kita masuk pada substansi," imbuhnya.
Apa yang disampaikan Wiranto itu sejalah dengan surat rekomendasi Dewan Kehormatan Perwira yang beredar santer. Dewan Kehormatan Perwira mengeluarkan keputusan dengan nomor KEP/03/VIII/1998/DKP yang berisi rekomendasi pemberhentian Prabowo.
Surat tersebut dibuat dan ditandatangani pada 21 Agustus 1998 oleh Ketua Dewan Kehormatan Perwira Jenderal TNI Subagyo Hadi Siswoyo, Sekretaris Letjen TNI Djamari Chaniago, Wakil Ketua Letjen TNI Fachrul Razi, anggota Letjen Susilo Bambang Yudhoyono, dan anggota Letjen Yusuf Kartanegara.
Tak ingin persoalan ini meluas, kubu Prabowo pun langsung melakukan klarifikasi. Mereka melempar Keppres berisi pemberhentian Prabowo Subianto secara terhormat.
"Pada dasarnya Pak Prabowo tidak dipecat. Di sini ada sejumlah bukti Keppres yang menyatakan bahwa terhitung mulai bulan November 1998 memberhentikan dengan hormat dari dinas keprajuritan ABRI dengan hak pensiun pasti kepada Letjen Prabowo Subianto," kata Tim Sukses Prabowo-Hatta, Marwah Daud Ibrahim, dalam jumpa pers di Rumah Polonia, Cipinang, Jakarta Timur, Jumat (20/6/2014).
Marwah menyebut Keppres tersebut juga berisi ucapan terimakasih dari pemerintah. "Dengan ucapan terimakasih atas jasa-jasanya yang telah disumbangkan selama membela bangsa dan negara selaku prajurit ABRI," kata Marwah sembari menunjukkan salinan Keppres tersebut.
Surat tersebut ditandatangani dan ditetapkan di Jakarta pada 20 November 1998 oleh Presiden Repubik Indonesia BJ Habibie.
Apakah klarifikasi tim Prabowo-Hatta ini menjernihkan persoalan?
(van/nrl)