Wiranto menegaskan penjelasan yang diberikannya bukan sebagai Ketum Hanura, tapi sebagai Panglima ABRI yang saat itu sekaligus Menteri Pertahanan. Wiranto juga menegaskan dirinya tak bermaksud mendiskreditkan pihak tertentu. Ada pun Prabowo kala itu menjabat sebagai Pangkostrad.
"Tentu saya melihat penjelasan-penjelasan tentang DKP banyak perbedaan. Saya paham ada kepentingan politik yang menyebabkan perbedaan tafsir dan pemberitaan yang salah seingga membingungkan masyarakat. Maka saya perlu menjelaskan, menjawab pertanyaan masyarakat," kata Wiranto membuka keterangannya.
|
Dokumen DKP Bukan Rahasia, Milik Publik
|
"Sudah saya jelaskan, ini bukan rahasia. Ini sudah menjadi milik publik sudah dilaporkan dijelaskan kepada masyarakat pada 1998," jelas Wiranto di Jl Tjokroaminoto, Jakpus, Kamis (19/6/2014).
Menurut Wiranto, dokumen ini disimpan di Sekretariat ABRI kini Mabes TNI. Segala kegiatan surat menyurat tentu disimpan di sana. Wiranto mengaku tak menyimpan.
"Tidak ada kegiatan menyimpan surat-surat yang saya tandatangani," imbuhnya.
Dia juga menegaskan, agar jangan terjebak pada urusan bocor membocorkan dokumen. Yang terpenting sekarang membuktikan otentifikasi dari surat yang beredar, benar atau salah.
"Sangat mudah menentukan apakah tanda tangan tokoh-tokoh yang telah ditunjuk, apakah asli atau tidak. Semua sekretaris, anggota, wakil DKP semua masih ada," imbunya.
Wiranto menyebut semua nama jenderal yang terlibat mengadili Prabowo yakni Jenderal (Purn) Subagyo HS, Sekretaris Letjen Djamari Chaniago dan Wakilnya Letjen Fachrur Roji, Letjen Agum Gumelar, Letjen Susilo Bambang Yudhoyono, dan Letjen Yusuf Kertangera.
"Anggota DKP yang pangkatnya setingkat yang diperiksa atau lebih. Mereka masih ada. Tandatangannya bisa diotentifikasi, substansi produk DKP bisa ditanya kepada beliau-beliau 6 orang benar atau salah," tegasnya.
Dokumen DKP Bukan Rahasia, Milik Publik
|
"Sudah saya jelaskan, ini bukan rahasia. Ini sudah menjadi milik publik sudah dilaporkan dijelaskan kepada masyarakat pada 1998," jelas Wiranto di Jl Tjokroaminoto, Jakpus, Kamis (19/6/2014).
Menurut Wiranto, dokumen ini disimpan di Sekretariat ABRI kini Mabes TNI. Segala kegiatan surat menyurat tentu disimpan di sana. Wiranto mengaku tak menyimpan.
"Tidak ada kegiatan menyimpan surat-surat yang saya tandatangani," imbuhnya.
Dia juga menegaskan, agar jangan terjebak pada urusan bocor membocorkan dokumen. Yang terpenting sekarang membuktikan otentifikasi dari surat yang beredar, benar atau salah.
"Sangat mudah menentukan apakah tanda tangan tokoh-tokoh yang telah ditunjuk, apakah asli atau tidak. Semua sekretaris, anggota, wakil DKP semua masih ada," imbunya.
Wiranto menyebut semua nama jenderal yang terlibat mengadili Prabowo yakni Jenderal (Purn) Subagyo HS, Sekretaris Letjen Djamari Chaniago dan Wakilnya Letjen Fachrur Roji, Letjen Agum Gumelar, Letjen Susilo Bambang Yudhoyono, dan Letjen Yusuf Kertangera.
"Anggota DKP yang pangkatnya setingkat yang diperiksa atau lebih. Mereka masih ada. Tandatangannya bisa diotentifikasi, substansi produk DKP bisa ditanya kepada beliau-beliau 6 orang benar atau salah," tegasnya.
Alasan Kuat Membentuk DKP
|
"Ketika kita melihat situasi saat itu jangan dikaitkan dengan situasi politik saat ini dan hukum yang berlaku saat ini. Waktu itu belum ada Undang-undang masalah HAM dan dalam sejarah TNI maka sebenarnya prosedur baku untuk membentuk Dewan Kehormatan itu ada," kata Wiranto.
Hal ini disampaikan Wiranto dalam jumpa pers di Posko Forum Komunikasi Pembela Kebenaran di Jl HOS Cokroaminoto 55-57, Jakarta Pusat, Kamis (19/6/2014).
Wiranto pun mengungkap sejarah pembentukan Dewan Kehormatan Perwira yang sudah sering dilakukan. Antara lain pada tahun 1952 silam Menhan Sri Sultan HB IX membentuk Dewan Kehormatan untuk menyelesaikan kasus Kolonel Bambang Supeno.
"Lalu tahun 1980-an itu ada kasus PRRI-Permesta yang diselesaikan lewat Dewan Kehormatan juga.
Selanjutnya tahun 1980-an ada kasus Santa Cruz di Timor-Timor. KSAD kala itu membentuk Dewan Kehormatan Perwira," ungkapnya. Mayjen Feisal Tanjung kala itu bertindak sebagai Ketua Dewan Kehormatan Perwira.
"Di tahun 1998 tatkala saya sebgai Panglima ABRI menghadapi kasus penculikan saya juga menggunakan perangkat Dewan Kehormatan Perwira untuk mengetahui sejauh mana perwira menengah maupun perwira tinggi yang terlibat dalam kasus itu. Itu untuk mencegah agar Panglima tidak serta merta mengambil keputusan prbadi yang pada kepentingan pribadi, interest pribadi itu dihindari," terang Wiranto.
Kemudian pada akhirnya Dewan Kehormatan Perwira mengeluarkan rekomendasi pemecatan Pangkostrad Letjen Prabowo Subianto dari keprajuritan TNI. "Merekomendasikan Pangkostrad waktu itu untuk diberhentikan dari dinas keprajuritan dan itulah yang berlaku," pungkasnya.
Alasan Kuat Membentuk DKP
|
"Ketika kita melihat situasi saat itu jangan dikaitkan dengan situasi politik saat ini dan hukum yang berlaku saat ini. Waktu itu belum ada Undang-undang masalah HAM dan dalam sejarah TNI maka sebenarnya prosedur baku untuk membentuk Dewan Kehormatan itu ada," kata Wiranto.
Hal ini disampaikan Wiranto dalam jumpa pers di Posko Forum Komunikasi Pembela Kebenaran di Jl HOS Cokroaminoto 55-57, Jakarta Pusat, Kamis (19/6/2014).
Wiranto pun mengungkap sejarah pembentukan Dewan Kehormatan Perwira yang sudah sering dilakukan. Antara lain pada tahun 1952 silam Menhan Sri Sultan HB IX membentuk Dewan Kehormatan untuk menyelesaikan kasus Kolonel Bambang Supeno.
"Lalu tahun 1980-an itu ada kasus PRRI-Permesta yang diselesaikan lewat Dewan Kehormatan juga.
Selanjutnya tahun 1980-an ada kasus Santa Cruz di Timor-Timor. KSAD kala itu membentuk Dewan Kehormatan Perwira," ungkapnya. Mayjen Feisal Tanjung kala itu bertindak sebagai Ketua Dewan Kehormatan Perwira.
"Di tahun 1998 tatkala saya sebgai Panglima ABRI menghadapi kasus penculikan saya juga menggunakan perangkat Dewan Kehormatan Perwira untuk mengetahui sejauh mana perwira menengah maupun perwira tinggi yang terlibat dalam kasus itu. Itu untuk mencegah agar Panglima tidak serta merta mengambil keputusan prbadi yang pada kepentingan pribadi, interest pribadi itu dihindari," terang Wiranto.
Kemudian pada akhirnya Dewan Kehormatan Perwira mengeluarkan rekomendasi pemecatan Pangkostrad Letjen Prabowo Subianto dari keprajuritan TNI. "Merekomendasikan Pangkostrad waktu itu untuk diberhentikan dari dinas keprajuritan dan itulah yang berlaku," pungkasnya.
Penculikan Murni Inisiatif Prabowo
|
"Saya tidak ingin terjebak pada perbedaan istilah, saya tidak ingin hanya mempermasalahkan istilah dengan hormat atau tidak dengan hormat, diberhentikan atau dipecat," kata Wiranto di Posko Forum Komunikasi Pembela Kebenaran di Jl HOS Cokroaminoto 55-57, Jakarta Pusat, Kamis (19/6/2014).
Wiranto lalu memberi penjelasan. Seorang prajurit militer diberhentikan dengan hormat karena beberapa sebab, yaitu karena sudah berakhir masa dinasnya, karena cacat, karena sakit kronis, dan permintaan sendiri. Di sisi lain, seorang prajurit diberhentikan dengan tidak hormat jika melanggar Sapta Marga, Sumpah Prajurit, Undang-undang, dan hukum yang berlaku.
"Maka tatkala Pak Letjen Prabowo, sebagai Panglima Kostrad, nyata-nyata oleh DKP telah dibuktikan beliau terbukti dalam kasus penculikan, maka diberhentikan sesuai norma yang berlaku," papar Wiranto.
"Tidak dengan hormat atau dengan hormat, tidak relevan kita perdebatkan. Terpulang kepada masyarakat untuk membuat istilah bagaimana, jangan terjebak pada istilah, kita masuk pada substansi," imbuhnya.
Penculikan Murni Inisiatif Prabowo
|
"Saya tidak ingin terjebak pada perbedaan istilah, saya tidak ingin hanya mempermasalahkan istilah dengan hormat atau tidak dengan hormat, diberhentikan atau dipecat," kata Wiranto di Posko Forum Komunikasi Pembela Kebenaran di Jl HOS Cokroaminoto 55-57, Jakarta Pusat, Kamis (19/6/2014).
Wiranto lalu memberi penjelasan. Seorang prajurit militer diberhentikan dengan hormat karena beberapa sebab, yaitu karena sudah berakhir masa dinasnya, karena cacat, karena sakit kronis, dan permintaan sendiri. Di sisi lain, seorang prajurit diberhentikan dengan tidak hormat jika melanggar Sapta Marga, Sumpah Prajurit, Undang-undang, dan hukum yang berlaku.
"Maka tatkala Pak Letjen Prabowo, sebagai Panglima Kostrad, nyata-nyata oleh DKP telah dibuktikan beliau terbukti dalam kasus penculikan, maka diberhentikan sesuai norma yang berlaku," papar Wiranto.
"Tidak dengan hormat atau dengan hormat, tidak relevan kita perdebatkan. Terpulang kepada masyarakat untuk membuat istilah bagaimana, jangan terjebak pada istilah, kita masuk pada substansi," imbuhnya.
Halaman 2 dari 8