“Kalau masalah PKL itu diselesaikan dengan kekerasan, itu bukan pemimpin yang baik, berarti dia bukan pemimpin yang mampu. Ya tidak perlu dia jadi Gubernur, turun saja, mengundurkan diri lah,” kata Hoiza di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakpus, Selasa (17/6/2014).
Menurut Hoiza, Ahok yang kini menjadi Plt Gubernur mempunyai daya dan kekuasaan yang seharusnya bisa digunakan untuk secara persuasive mendekati PKL.
“Masa harus dengan cara kekerasan? Orang bodoh juga kalau dengan kekerasan dan premanisme bisa. Tapi seorang (Plt) gubernur enggak begitu, apalagi membekali aparat pakai senjata. Emangnya PKL itu binatang? Itu rakyat juga, bedanya mereka kan tidak beruntung seperti yang lain, ” ungkap dia.
Hoiza menyebutkan saat ini ada 30 ribu PKL yang terdaftar di asosiasinya, dari total 150 PKL di Jakarta. Sedangkan jumlah anggota asosiasi yang ada di Monas, mencapai 800 PKL. Aksi penertiban yang digalakkan Ahok saat ini, lanjutnya, tidak akan membuat PKL jera untuk berjualan di Monas.
“Obrak-abrik sekarang itu tidak menghentikan mereka, kalau tidak ada dikasih solusinya,” kata Hoiza.
Namun ketika ditanya apa solusi yang seharusnya diambil pemerintah, Hoiza hanya berujar itu hanya tugas pemerintah. “Ya solusinya itu ya tugas si Ahok. Cari lokasi yang bisa tempat mereka berdagang yang ada pembelinya,” ucapnya.
Sebelumnya, Ahok memerintahkan petugas Satpol PP yang menertibkan PKL di Monas membekali diri dengan senjata berupa pistol listrik. Hal ini untuk mengantisipasi serangan dari kelompok PKL yang mengancam akan menusuk dan melawan dengan senjata tajam seperti pisau dan celurit.
“Jangan pakai pisau, tapi pakai tembak saja, pakai pistol listrik yang sekali tembak pingsan,” kata Ahok, Selasa (17/6/2014). Dia berujar, senjata tersebut lebih baik daripada pakai pisau atau bahkan sama sekali tangan kosong. Jika pakai senjata tajam belum tentu Satpol PP bisa menang melawan ancaman celurit, alih-alih malah terluka.
(ros/kha)