"Kalau duet ini betul jadi bakal ramai. Karena Ical punya media dan Golkar jaringannya merata di seluruh Indonesia," kata pengamat politik yang juga Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indo Barometer, M Qodari, kepada detikcom, Jumat (5/2/2014).
Sayangnya duet ini belum terukur sama sekali elektabilitasnya. Lantaran tak ada satu survei pun yang menempatkan Ical sebagai cawapres. Sebab Ical adalah capres pertama yang melakukan deklarasi den mengklaim memiliki 'boarding pass'.
"Elektabilitas Ical sebagai capres memang di bawah Jokowi-Prabowo tapi elektabilitas sebagai cawapres saya tidak tahu alias misterius. Soalnya selama ini lembaga survei tidak ada yang melakukan simulasi Ical sebagai cawapres," kata Qodari.
Sementara itu pengamat politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio, menuturkan
setiap koalisi ada untung dan ruginya. Seperti PDIP yang telah memberikan mandat kepada Jokowi sebagai capres namun gagal mendongkrak suara PDIP.
"Nah hal ini juga akan terjadi dengan Prabowo-Ical sepakat maju ke Pilpres. Pasti akan ada suara masuk dan suara keluar. Suara Golkar di Pilpres tidak pernah sedahsyat di Pileg sejak pemilu 2004. Bila berkaca dari pemilu sebelumnya, maka suara Golkar yang dibawa ARB hanya menambah 5-6% suara untuk Prabowo. Artinya, kemungkinan besar ARB tidak akan banyak membantu suara Prabowo," analisis Hendri.
Namun dilihat dari kacamata lain, bila duet ini terjadi dan Hanura ikut bergabung maka ini adalah usaha untuk menggabungkan kekuatan Golkar era dulu. Hanura dan Gerindra memang dibangun tokoh eks Golkar yakni Wiranto dan Prabowo.
"Maka kemungkinan besar komunikasi politik yang digunakan adalah komunikasi politik nostalgia seperti 'masih penak zamanku' atau dulu Indonesia macan Asia. Komunikasi politik yang berhasil membuat suara Golkar, Gerindra dan Hanura di atas 30%," ujarnya.
Namun demikian akan banyak pekerjaan rumah bagi keduanya untuk memperbaiki pencitraan yang masih kurang baik di masyarakat. Belum lagi potensi konflik internal yang menghantui menjelang Rapimnas Golkar.
"ARB sadar betul bahwa elektabilitas dirinya jauh berada di bawah Prabowo sehingga rela jadi cawapres. Masih panjang jalan untuk mewujudkan duet ini karena Ical masih harus melobi internal partai lantaran ada mekanisme Rapimnas dan sudah banyak tokoh senior Golkar seperti JK dan Akbar Tandjung yang siap maju," katanya.
(van/nrl)