"Kami sudah hapal dengan teman-teman di gerbong," kata aktivis PJKA, Efraim Carlos dalam siaran pers, Selasa (29/4/2014).
Bagi dia dan teman-temannya, kereta adalah bak kendaraan menuju 'surga' yang mengantarkan ke rumah. Rutin setiap pekan mereka pulang bersama-sama. "Kita kumpul di Stasiun Senen, terus bareng-bareng naik kereta," imbuh Efraim.
Tapi rasa sesal dan duka kini dialami ratusan PJKA. Acara rutin pulang tiap malam Jumat ke Yogya terancam batal. Mereka tak dapat tiket untuk tanggal 25 Juli, karena kebetulan tanggal itu pas musim mudik lebaran. Tiket yang mereka tunggu dan pesan untuk tanggal 25 ludes, gerbong Progo rumah kedua mereka pun entah jadi milik siapa pada Jumat malam 25 Juli itu.
Para aktivis Progo ini kemudian membeberkan sejumlah fakta soal kejanggalan tiket kereta di musim mudik.
"Silahkan dicermati kasus yang terjadi pada pemesanan tiket KA Gaya Baru Malam (GBM) Selatan Jurusan Jakarta Kota β Surabaya Gubeng pada tanggal 24 April 2014 untuk pemberangkatan tanggal 25 Juli 2014. KAI secara 'sengaja; memaksa pengguna kereta api membeli dua (2) tiket KA yang sama di dalam satu Rute perjalanan. Harga resmi tiket GBM Selatan Rp. 55.000,-. Namun pada kenyataanya KAI tidak mengeluarkan tiket Jakarta Kota β Surabaya, tiket dikeluarkan secara terpisah yaitu Jakarta Kota β Lempuyangan dengan harga Rp. 55.000, kemudian lempuyangan- Surabaya Gubeng dengan harga Rp. 55.000,-." terang Efraim.
Nah soal Progo, KAI tidak mengeluarkan tiket KA Progo jurusan Jakarta pasar Senen ke lempuyangan. Yang keluar adalah Pasar Senen-Cirebon, jadi bila ingin meneruskan perjalanan ke Yogyakarta, harus membeli tiket Cirebon-Lempuyangan.
"Sekali lagi KAI meraup keuntungan 2 kali lipat dari penjualan tiket KA Progo. Lebaran oh lebaran, semua orang butuh uang, kalo perlu yang banyak sekalian," sindir Efraim mewakili rekan-rekannya.
Hingga berita ini diturunkan belum ada penjelasan dari KAI.
(ndr/mad)