Apartemen atau condotel 15 lantai itu rencananya akan didirikan di Jl Kaliurang Km 5, Dusun Karangwuni yang merupakan kawasan padat penduduk dan arus lalu lintas. Proses izin pendirian ditengarai juga menyalahi prosedur izin pendirian dan peruntukannya.
"Kami warga di tingkat RT di sekitar lokasi tidak pernah dimintai tandatangan resmi untuk izin pendirian bangunan sebagai syarat," ungkap Rita Dharani kepada wartawan di Dusun Karangwuni, Catur Tunggal Depok, Sleman, Selasa (29/4/2014).
Menurut dia, warga mengkhawatirkan berkurangnya ketersedian air tanah di sekitar lokasi. Sebab dipastikan apartemen tersebut akan menggunakan air tanah serta terjadinya pencemaran lingkungan lainnya.
"Hak-hak warga terutama soal kenyamanan dan ketenangan lingkungan juga terganggu. Kawasan ini sekarang saja sebelum berdiri apartemen sudah rawan kejahatan, kemacetan arus lalu-lintas," katanya.
Rani menambahkan pihak pengembang saat sosialisasi kepada warga hanya mengatakan untuk tempat kos-kosan eksklusif. Namun setelah itu merubah izin menjadi apartemen atau Condotel.
Ketika warga menanyakan kepada pemerintah desa hingga muspika Depok, tidak ada satupun yang pemerintah setempat memberikan jawaban yang transparan soal pemilik/perusahaan pengembang tersebut.
"Kami meragukan proses izin Amdal dan pemerintah/dinas yang menerbitkan Izin Peruntukan Tanah (IPT) tanpa pesetujuan warga. Kami tidak ingin, air tanah warga jadi kering akibat disedot pendirian apartemen," katanya.
Saat ini pihaknya juga sudah mengirimkan surat kepada Gubernur DIY, DPRD DIY, Pemkab Sleman, DPRD Sleman mengenai kasus pendirian apartemen ini. Pendirian apartemen Uttara ini sudah meresahkan warga.
"Apalagi brosur, baliho dan billboard sudah dipasang di sekitar lokasi. Kami tetap menolak," pungkas Rani.
(bgs/try)