"Jangan sampai mereka membongkar kejahatan dengan kejahatan," kata Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Alvon Kurnia Palma kepada detikcom, Rabu (23/4/2014).
Tudingan pemerkosaan itu terjadi pada 2 Agustus 2013 di Cianjur dan tiga bulan setelahnya baru digelar rapat RW. Dalam rapat RW itu, kelimanya dipukuli anggota Babinsa TNI Ohim Rohimat untuk mengaku sebagai pemerkosa. Setelah itu kelimanya diserahkan ke Polres Cianjur dan ditahan.
"Proses di kepolisian adalah tahap paling krusial yang mesti didampingi pengacara. Karena di kepolisian ini, hak-hak dasar, khususnya fair trial yang sering dilanggar oleh kepolisian," ujar Alvon.
Kelimanya mendekam di sel hingga akhirnya hakim tinggi Jurnalis Amrad membebaskan mereka. Itu pun setelah kelimanya dijatuhi hukuman 2 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Cianjur.
"Jadi perkara itu sudah pada porsi yang benar dan penyidik sudah melakukan tugas penyelidikannya secara profesional. Tidak mungkin lah, polisi berani menetapkan orang, apalagi anak anak sebagai tersangka, kalau tidak didasari alat bukti yang cukup," ujar Kapolres Cianjur, AKBP Dedi Kusuma Bakti membela diri.
(asp/rmd)