Pemicunya sebenarnya manuver politik Suryadharma, Djan Faridz dan Muhammad Iskandar yang muncul di kampanye akbar Partai Gerindra pada 23 Maret 2014 silam. Kala itu, Suryadharma secara blak-blakan menyatakan PPP semakin cinta kepada Prabowo. Belakangan dukungan PPP ke Prabowo resmi dideklarasikan pada Jumat (18/4) kemarin.
Setelah pernyataan cinta ke Prabowo, Suryadharma digugat internal PPP. Para elite di bawah Waketum Emron Pangkapi berontak. Mereka menuntut Suryadharma menjelaskan ke partai perihal keputusan sepihak itu.
Kisruh PPP semakin meluas tatkala Suryadharma tak mendengarkan warning dari kubu Emron. Suryadharma malah memecat Waketum Suharso Monoarfa dan empat ketua DPW yang dianggap sebagai biang kerok terhadap kudeta atas dirinya. Namun Suryadharma tak berani memecat Emron Pangkapi.
Pemecatan Suharso secara sepihak memancing emosi kubu Emron Pangkapi. Emron cs menegaskan SK pemecatan Suharso adalah SK palsu alias bodong. Namun Suryadharma bergeming, malah semakin mematangkan koalisi dengan Gerindra dengan menghadirkan Prabowo ke Kantor DPP PPP. Tak hanya itu, Suryadharma juga memecat Sekjen M Rohamurmuziy yang tak hadir di deklarasi itu.
Konflik semakin pelik. Kubu Emron dan Romahurmuziy menggelar Rapimnas di DPP PPP dengan sejumlah kesimpulan penting. Suryadharma diberhentikan sementara dan koalisi dengan Gerindra dinyatakan batal demi hukum.
Emron cs kemudian menawarkan opsi tengah dengan menggelar Mukernas dalam waktu dekat. Mukernas membahas opsi islah dan membahas kemungkinan koalisi.
Namun Suryadharma menanggapi dingin, dia malah menuding Rapimnas yang digelar kubu Emron cs liar. Dia juga bersikukuh dukungan terhadap Gerindra jalan terus.
Lalu seperti apa ujung konflik internal PPP ini? Yang jelas secara tidak langsung konflik internal PPP ini merugikan Prabowo Subianto, karena sampai saat ini belum ada satu partai pun yang resmi berkoalisi dengan Gerindra untuk mendukung pencapresan Prabowo.
(van/try)